TANGGUNG
JAWAB (RESPONSIBILITY)
DAN
TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY) PERAWAT
DALAM
SUDUT PANDANG ETIK
TANGGUNG
JAWAB (RESPONSIBILITY)
A. Pengertian Responsibility (Barbara kozier dalam Fundamental of nursing 1983:25)
Responsibility means :
Reliability and thrustworthiness. This attribute indicates that the professional
nurse carries out required nursing activities conscientiously and that nurse’s actions
are honestly reported (Koziers, 1983:25)
Tanggung jawab perawat berarti
keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukan bahwa
perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat
dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat bertanggung jawab dan
memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan disiplin
ilmunya.
Kepercayaan tumbuh dalam diri
klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat
yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang
berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap,
keterampilan, pengetahuan (integrity)
dan kompetensi.
Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan
tanggung jawabnya :
1.
Menyampaikan
perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset)
Contoh:“Mohon
maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan mengganti balutan atau
mengganti spreinya”.
2.
Bila
perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan penjelasan
dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay). Misalnya ; “Mohon maaf pak saya memprioritaskan dulu klien yang gawat dan
darurat sehingga harus meninggalkan bapak sejenak”.
3.
Menunjukan
kepada klien sikap menghargai (respect) yang
ditunjukkan dengan perilaku perawat. misalnya mengucapkan salam, tersenyum,
membungkuk, bersalaman dsb.
4.
Berbicara
dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat misalnya
“Coba ibu jelaskan bagaimana
perasaan ibu saat ini”. Sedangkan
apabila perawat berorientasi pada kepentingan perawat ; “ Apakah bapak tidak paham bahwa pekerjaan saya itu
banyak, dari pagi sampai siang, mohon pengertiannya pak, jangan mau dilayani
terus.”
5.
Tidak
mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina (derogatory) misalnya “ pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih kecil dibanding
pasien yang tadi”
6.
Menerima
sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut pandang klien (see the patient point of view). Misalnya perawat tetap bersikap bijaksana saat klien menyatakan
bahwa obatnya tidak cocok atau diagnosanya mungkin salah.
B.
Pengertian Tanggung jawab perawat menurut ANA
Responsibility adalah : Penerapan ketentuan hukum (eksekusi) terhadap
tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap
kompeten dalam Pengetahuan, Sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985).
Menurut pengertian tersebut, agar
memiliki tanggung jawab maka perawat diberikan ketentuan hukum dengan maksud
agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misalnya hukum mengatur
apabila perawat melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan
pungutan liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman
(punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau
melanggar hukum.
C.
Pengertian Responsibility menurut Berten , (1993:133)
Responsibility : Keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan
bebas untuk tidak. Mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya,
secara retrosfektif atau prosfektif (Bertens, 1993:133). Berdasarkan pengertain
di atas tanggung jawab diartikan sebagai kesiapan memberikanjawaban atas
tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau tindakan
yang akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya bila perawat dengan
sengaja memasang alat
kontrasepsi tanpa persetujuan klien maka akan berdampak
pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan padahal memiliki
keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara retrospektif harus bisa
mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan perawat tersebut diangap benar
menurut pertimbangan medis.
D. Jenis tanggung jawab perawat
Tanggung jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.
Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya)
2.
Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat)
3.
Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan)
E. Tanggung jawab perawat terhadap Tuhannya saat
merawat klien
Dalam sudut pandang etika
Normatif, tanggung jawab perawat yang paling utama adalah tanggung jawab di
hadapan Tuhannya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati akan dimintai
pertanggung jawabannya di hadapan Tuhan. Dalam sudut pandang Etik pertanggung jawaban
perawat terhadap Tuhannya terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini ;
1.
Apakah
perawat berangkat menuju tugasnya dengan niat ikhlas karena Allah ?
2.
Apakah
perawat mendo’akan klien selama dirawat dan memohon kepada Allah untuk kesembuhannya
?
3.
Apakah
perawat mengajarkan kepada klien hikmah dari sakit ?
4.
Apakah
perawat menjelaskan mafaat do’a untuk kesembuhannya ?
5.
Apakah
perawat memfasilitasi klien untuk beribadah selama di RS?
6.
Apakah
perawat melakukan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien?
7.
Apakah
perawat mengantarkan klien dalam sakaratul maut menuju Khusnul khotimah?
F. Tanggung Jawab
(Responsibility)perawat terhadap klien.
Tanggung jawab merupakan aspek
penting dalam etika perawat. Tanggung jawab adalah kesediaan seseorang untuk
menyiapkan diri dalam menghadapi resiko terburuk sekalipun, memberikan
kompensasi atau informasi terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya dalam melaksanakan
tugas.
Tanggung jawab seringkali
bersipat retrospektif, artinya selalu berorientasi pada perilaku perawat di
masa lalu atau sesuatu yang sudah dilakukan. Tanggung jawab perawat terhadap
klien berfokus pada apa-apa yang sudah dilakukan perawat terhadap kliennya.
Perawat dituntut untuk
bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan tugas di
rumah sakit, puskesmas, panti, klinik atau masyarakat. Meskipun tidak dalam
rangka tugas atau tidak sedang meklaksanakan dinas, perawat dituntut untuk
bertangung jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat
memiliki peran dan fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan
sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya. Contoh
bentuk tanggung jawab perawat selama dinas; mengenal kondisi kliennya, melakukan
operan, memberikan perawatan selama jam dinas, tanggung jawab dalam mendokumentasikan,
bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan klien, jumlah klien yang sesuai
dengan catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada klien pulang paksa atau
pulang tanpa pemberitahuan, bertanggung jawab bila ada klien tiba-tiba tensinya
drop tanpa sepengetahuan perawat. dsb. Tanggung jawab perawat erat kaitanya
dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan
dasar. Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan perawatan (care)
atau memberikan perawatan (caring). Tugas
perawat bukan untuk mengobati (cure). Dalam
pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi lain
seperti dokter, farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang
bukan tugas perwat seperti pemberian obat maka tanggung jawab tersebut
seringkali dikaitkan dengan siapa yang memberikan tugas tersebut atau dengan
siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka perawat harus
turut bertanggung-jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada pemberi tugas
atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath Superior. Istilah tersebut merujuk pada tanggung jawab atasan
terhadap perilaku salah yang dibuat bawahannya sebagai akibat dari kesalahan
dalam pendelegasian. Sebelum melakukan pendelegasian seorang pimpinan atau
ketua tim yang ditunjuk misalnya dokter harus melihat pendidikan, skill,
loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar tidak melakukan kesalahan dan
bisa bertanggung jawab bila salah melaksanakan pendelegasian.
Dalam pandangan Etika penting
sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat
perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia. Konsep Kebutuhan dasar yang
paling terkenal salah satunya menurut Maslow sebagai berikut:
Gambar 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Menurut
Abraham Maslow. Berdasarkan konsep kebutuhan dasar tersebut, perawat memegang
tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar klien. Perawat diharapkan
memandang klien sebagai mahluk unik yang komprehensif dalam memberikan
perawatan. Komprehensif artinya dalam memenuhi kebutuhan dasar klien, tidak
hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja,
tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. sebagai contoh ketika merawat
klien fraktur perawat tidak hanya memenuhi kebutuhan istirahat, rasa nyaman dan
terhindar dari nyeri (sleep and comport need), tetapi memandang klien sebagai mahluk utuh yang berdampak pada
gangguan psikologisnya seperti cemas, takut, sedih, terasing sebagai dampak dari
fraktur, atau masalah-masalah sosial seperti (tidak bisa bekerja, rindu pada
keluarga, terpisah dari teman, sampai masalah spiritual seperti berburuk sangka
pada Allah, tidak mau berdo’a dan perasaan berdosa.
Etika perawat melandasi perawat
dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan
perawat memilki tanggung jawab (responsibility)
terhadap tugastugasnya terutama keharusan memandang manusia sebagai mahluk yang
utuh dan unik. Utuh artinya memiliki kebutuhan dasar yang kompleks dan saling
berkaitan antara kebutuhan satu dengan lainnya, unik artinya setiap individu
bersipat khas dan tidak bisa disamakan dengan individu lainnya sehingga
memerlukan pendekatan khusus kasus per kasus, karena klien memiliki riwayat
kelahiran, riwayat masa anak, pendidikan, hobby,
pola asuh, lingkungan, pengalaman traumatik, dan cita-cita yang berbeda.
Kemampuan perawat memahami riwayat hidup klien yang berbeda-beda dikenal dengan
Ability to know Life span
History dan kemampuan perawat dalam memandang
individu dalam rentang yang panjang dan berlainan dikenal dengan Holistic.
G. Tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat dan
atasan
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab
perawat terhadap rekan sejawat atau atasan. Diantaranya adalah sebagai berikut
:
1.
Membuat
pencatatan yang lengkap (pendokumentasian) tentang kapan melakukan tindakan keperawatan,
berapa kali, dimana dengan cara apa dan siapa yang melakukan. Misalnya perawat
A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan vena brchialis, dan pemberian cairan RL sebanyak 5 labu, infus
dicabut malam senin tanggal 30 juni 2007 jam 21.00. keadaan umum klien Compos Mentis, T=120/80 mmHg, N=80x/m, R=28x/m S=37C.kemudian
dibubuhi tanda tangan dan nama jelas perawat.
2.
Mengajarkan
pengetahuan perawat terhadap perawat lain yang belum mampu atau belum mahir
melakukannya. Misalnya perawat belum mahir memasang EKG diajar oleh perawat yang
sudah mahir. Untuk melindungi masyarakat dari kesalahan, perawat baru dilatih
oleh perawat senior yang sudah mahir, meskipun secara akademik sudah dinyatakan
kompeten tetapi kondisi lingkungan dan lapangan seringkali menuntut adaptasi
khusus.
3.
Memberikan
teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar. Perawat
bertanggung jawab bila perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat, mengambil
barang klien yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di luar
prosedur resmi, melakukan tindakan keperawatan di luar standar, misalnya
memasang NGT tanpa menjaga sterilitas.
4.
Memberikan
kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang dialami klien. Bila terjadi gugatan
akibat kasus-kasus malpraktek seperti aborsi, infeski nosokomial, kesalahan diagnostik,
kesalahan pemberian obat, klien terjatuh, overhidrasi, keracunan obat, over
dosis dsb. Perawat berkewajiban untuk menjadi saksi dengan menyertakan
bukti-bukti yang memadai.
TANGGUNG
GUGAT (ACCOUNTABILITY)
Acountability : The Nurse participates in making decisions and learns to live with
these decisions (Barbara Kozier, Fundamental of Nursing 1983:7, 25, ). Means
being answerable Nurses have to be answerable for all their professional
activities. They must be able to explain their professional action and accept
responsibility for them. Three question naturally arise
1.
To whom the nurse accountable?
2.
For what the nurse accountable?
3.
By what criteria is accountable measured ?
Akontabiliti dapat diartikan
sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar
dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung
gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya.
Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus mampu
untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa
dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
1.
Kepada
siap tanggung gugat itu ditujukan
2.
Apa
saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
3.
Dengan
kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
A. Kepada
siapa tanggung gugat itu ditujukan
Sebagai tenaga perawat kesehatan
prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, sedangkan sebagai pekerja atau
karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai profesional
perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan profesi dan sebagai anggota team
kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter
sebagai contoh perawat memberikan injeksi terhadap klien. Injeksi ditentukan berdasarkan
advis dan kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya dari tindakan
dan pengobatan yang diberikan yang harus dibayarkan ke pihak rumah sakit. Dalam
contoh tersebut perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan
profesinya.
B. Apa
saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat memilki tanggung gugat
dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya mulai dari mengganti laken,
pemberian obat sampai persiapan pulang. Hal ini bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.
C. Dengan
kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
Ikatan perawat, PPNI atau
Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit telah menyusun standar yang memiliki
krirteria-kriteria tertentu dengan cara membandingkan apa-apa yang dikerjakan
perawat dengan standar yang tercantum.baik itu dalam input, proses atau
outputnya. Misalnya apakah perawat mencuci tangan
sesuai standar melalui 5 tahap yaitu.
Mencuci kuku, telapak tangan, punggung tangan, pakai
sabun di air mengalir selama 3 kali
dsb.
MASALAH ETIK
DAN MORAL DALAM KEPERAWATAN
Menurut Rosdahal, 1999: 45-46,
masalah isu etik dan moral yang sering terjadi dalam praktek keperawatan
professional meliputi :
A.
Organ transplantation (transplantasi organ).
Banyak sekali kasus dimana tim
kesehatan berhasil mencangkokan organ terhadap klien yang Membutuhkan. Dalam
kasus tumor ginjal, truma ginjal atau gagal ginjal CRF (chronic Renal Failure),
ginjal dari donor ditransplantasikan kepada ginjal penerima (recipient). Masalah etik yang muncul adalah apakah organ donor
bisa diperjual-belikan?, bagaimana dengan hak donor untuk hidup sehat dan
sempurna, apakah kita tidak berkewajiban untuk menolong orang yang membutuhkan
padahal kita bisa bertahan dengan satu ginjal. Apakah si penerima berhak untuk mendapatkan
organ orang lain, bagaiman dengan tim operasi yang melakukanya apakah sesuai dengan
kode etik profesi?, bagaimana dengan organ orang yang sudah meninggal, apakah diperbolehkan
orang mati diambil organnya?. Semua penelaahan donor organ harus diteliti dengan
kajian majelis etik yang terdiri dari para ahli di bidangnya. Majelis etik bisa
terdiri atas pakar terdiri dari dokter, pakar keperawatan, pakar agama, pakar
hukum atau pakar ilmu sosial.
Secara medis ada persyaratan yang
harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut. Diantaranya adalah
memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok anatara Donor dan resipien,
tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan antibodi oleh resipien, harus
dipastikan apakah sirkulasi, perfusi dan metabolisme organ masih berjalan
dengan baik dan belum mengalami kematian (nekrosis). Hal ini akan berkaitan
dengan isu mati klinis dan informed
consent. Perlu adanya saksi yang disahkan secara hukum bahwa
organ seseorang atau keluarganya didonorkan pada keluarga lain agar dikemudian
hari tidak ada masalah hukum. Biasanya ada sertifikat yang menyertai bahwa
organ tersebut sah dan legal. Pada kenyataannya perangkat hokum dan
undang-undang mengenai donor organ di Indonesia belum selengkap di luar negeri
sehingga operasi donor organ untuk klien Indonesia lebih banyak dilakukan di Singapur,
China atau Hongkong.
Menurut Cholil Uman (1994),
Pencangkokan adalah pemindhan organ tubuh yang
mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan
organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsidengan baik, yangapabila
apabila diobati dengan prosedur medis biasa. Harapan klien untuk bertahan
hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe donor organ tubuh ;
1.
Donor
dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan
kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk menghindari
kegagalan karena penolakan trubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko bagi
donor.
2.
Donor
dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege: Untuk tipe ini pengambilan
organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya alat Bantu pernafasan
khusus. Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organselesai. Penentuan criteria
mat secra yuridis dan medis harus jelas. Apakah criteria mati itu ditandai dengan
berhentinya denyut jantung dan pernafasan atau berhentinya fungsi otak?,
masalah etik ini gharus jelas menjadi pegangan dokter agar di kemudian hari
dokter tidak digugat sebagi pembunuh berencana oleh keluarga bersangkitan
sehubugan dengan praktek transplantasi itu. Donor dalam keadaan mati; Tipe ini
merupakan tipe yang ideal , sebab secra medis tinggal menunggu penentuan kapan
donor dianggap meninggal secra medis dan yuridis.
Dalam pandangan etik normatik
(yang bersumber dari agam), transplantasi organ tubuh
termasuk masalah ijtihad, karena tidak terdapat
hukumnya secra eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunah. Masalah ini termasuk
masalah kompleks yang harus ditanmgani oleh multidisipliner (kedokteran,
biologi, hokum, etika, agama). Pandangan keperawatan Islam
terhadap tipe 1 dimana donor dalam keadaan hidup sehat
seperti mata, ginjal, jantung, korne
mata, sangat dilarang hal ini sesuai dengan firman
Allah surat Al-baqarah ayat 195 “ dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan”. “ menghindari kerusakan
harus didahulukan daripada mengambil kemanfaatan”.
Artinya menolong orang dengan cara
mengorbankan dirinya sendiri yabg berakibat fatal bagi
dirinya tidak diperbolehkan.
Pandangan keperawatan islam
terhadap donor tipe 2 ; apabila pencangkokan pada mata, ginjal, jantung, dari
donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal, hal ini juga dilarang karena ia
telah membuat mudarat kepada donor yang menyebebakan mempercepat
kematiannya. Hal ini sesuai dengan Hadit Riwayat malik
: “Tidak boleh ,membuat mudarat
pada dirinya dan tidak boleh membikin mudarat pada
orang lain”. Apabila pencangkokan mata, ginjal
atau jantung dari donor yang telah meninggal atautipe 3, secara yuridis dan
klinis, maka Islam membolehkan dengan syarat :
1.
Resipien
(penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya setelah
menmpuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2.
Pencangkokan
tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
3.
Telah
disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk
memperjual-belikan
B.
Determination of clinical death (perkiraan kematian klinis)
Masalah etik yang sering terjadi
adalah penentuan meninggalnya seseorang secara klinis. Banyak kontroversi
cirri-ciri dalam menentukan mati klinis. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan
organorgan klien yang dianggap sudah meninggal secra klinis. Menurut rosdahl
(1999), cerita kematian klinis (brain death) di
beberapa Negara Amerika ditentukan sebagai berikut :
1.
Penghentian
nafas setlah berhentinya pernafasan artifisalselama 3 menit
(inspirasi-ekspiorsai)
2.
Berhentinya
denyut jantung tanpa stikulus eksternal
3.
Tidak
ada respon verbal dan non verbal terhadap sti,ulus eksternal
4.
Hilangnya
refleks-refleks (cephalic reflexes)
5.
Pupil
dilatasi
6.
Hilangnya
fungsi seluruh otak yang bisa dibuktikan dengan EEG
C. Quality of Life (kualitas
dalam kehidupan)
Masalah kulitas kehidupan sering
kali menjadi masalah etik. Hal ini mendasari tim kesehtan untuk mengambil
keputusan etis. Apakah seorang klien harus mendapatkan intervensi atau tidak. Sebagai
contoh bagaiamana bila di suatu tempat tidak ada donor yang bersedia dan tidak
adatenaga ahli yang dapat memberikan tindakan tertentu?. Siapa yang berhak
memutuskan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami koma. Siapa boleh
memutuskan untuk menghentikan resusitasi?, Beberapa hal berikut dapat dijadikan
pertimbngan misalnya apabila klien sudah memapu untk bekerja, apabila klien
sudah berfungsi secra fisik, berdasarkan usia, berdasarkan mafaat terhadap
masyarakat, berdasarkan kepuasaan atau kegembiraan klien, kemaampuan untyuk
menolong dirinya sendiri, pendapat keluarga klien terdekat atau penaggung jawab
klien. Contoh kasus apakah klien TBC tetap klita Bantu untuk minum obat padahal
ia masih mampu untuk bekerja?, kalau ada dua klien bersamaan yang membutuhkan
satu alat siapa yang didahulukan ?, Apabila banyak klien lain membutuhkan alat
tetapi alat tersebut sedang digunakan oleh klien orang kaya yang tidak ada
harapan sembuh apa yang harus dilakukan perawat ?, apabila klien kanker merasa
gembira untuk tidak meneruskan pengobatan bagaiaman sikap perawat?, Bila klien
harus segera amputasi tetapi klien tidak sadar siapakah yang harus memutuskan?.
D. Ethical issues in treatment
(isu masalah etik dalam tindakan keperawatan)
Apabila ada tindakan yang
membutuhkan biaya besar apakah tindakan tersebut tetap dilakukan meslipun klien
tersebut tidak mampu dan tidak mau ?, apabila tim kesehatan yang memutuskan maka
hal ini dikenal dengan mencari keuntungan atau berbuat kerusakan (Beneficience), Apabila klien yang memutuskan maka hal ini mungkin
termasuk hak otonomi klien (autonomy),
dapatkah klien menolak sesuatu. Masalah-masalah etik yang sering muncul seperti
:
1.
Klien
menolak pengobatan atau tindakan yang direkomendasikan (refusal of treatment) misalnya menolak fototerapi, menolak operasi, menolak
NGT, menolak dipasang kateter
2.
Klien
menghentikan pengobatan yang sedang berlangsung (withdrawl of treatment)misalnya DO berobat pada TBC, DO kemoterapi pada
kanker
3.
Witholding treatment misalnya menunda pengobatan karena tidak akada donor atau keluarga
menolak misalnya transplantasi ginjal aatau cangkok jantung.
E.
Euthanasia
(masalah mengakhiri kehidupan dengan maksud menolong)
Euthanasia sering disebut dengan “Mercy Killing” yang diartikan sebagai sutu cara mengambil kehidupan
klien untuk menghentikan penderitaan yang dihadapi klien tersebut. Hal ini
dapat pula diartikan sebagai proses pengunduran diri atau menghentikan
intervensi tertentu dalan keadan kritis dengan maksud untuk mengurangi
penderitaan klien. Terminology lain yang digunakan adalah “assited suicide”
dimana pandangan hokum di Negara barat terhadap kasus ini berbedabeda. Di
Indonesia euthanasia Killing mutlak tidak diperbolehkan dengan alas an apapun.
Sebenaranya dalam pandangan etika
normatif, kelahiran, kematian, jodoh, rezeki adalah ketetapan Allah. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat:
1.
Al-Baqarah (2) : 28
“Mengapa kamu ingkar kepada
Allah, padahal kamu tadinya benda mati, lalu Allah
menghidupkanmu, kemudian kamu dimatikan dan
dihidupkan-Nya kembali, selanjutnya kepada-Nya lah kamu dikembalikan”
2.
As-Sajdah
(32) : 9
“Lalu disempurnakan-Nya
kejadiannya, ditiupkan-Nya ruh ciptaan-Nya kepada tubuh dan dilengkapi-Nya kamu
dengan pendengaran, penglihatan dan pemikiran. Namun sedikit sekali kamu yang
bersyukur”
Dalam pandangan etika normative, Masalah kematian dan hidup manusia telah diprogram oleh Allah.
Manusia asalnya segumpal darah kemudian berubah sebagai janin hidup dalam
kandungan ibu sampai mencapai waktu lahir (36/37 minggu). Kemudian Allah
menetapkan kelahirannya.
Selanjutnya dipelihara dan
dibesarkan (diberi rizki) oleh Allah, ditetapkan jodohnya menjadi orang tua
menuju kematian. Melakukan bunuh diri atau mengakhiri hidup di luar ketentuan
Allah adalah dosa besar yang bertentangan dengan etika formal dan etika
normatif.
F.
Masalah
etik secara umum
Menurut Taylor (1997), masalah
etik yang sering terjadi secara umum dapat dibagai menjadi tiga kelompok
1. Masalah etik perawat-klien (nurses and clients) Paternalism (masalah budaya paternal) Masalah etik perawat klien
sering terjadi karena faktor paternalism. Misalnya pada saat klien harus
diisolasi atau dilakukan restrain terjadi konflik karena klien lansia menolak
untuk didampingi perawat. padahal keluarnya klien dari kamar dianggap mengancam
jiwa dan dan keselamatan fisiknya. Tetapi dalam hal ini perawat menganggap
penghormatan kepada klien sebagai orang tua adalah lebih utama terutama dalam
budaya paternalistik. Deception (membohongi
klien) Misalnya pada saat klien post op bertanya kepada siwa tentang siapa yang
akan memberikan injeksi intramuscular penghilang sakit, maka siswa menjadi
cemas karena hal ini pertama kali ia lakukan. Tepai perawat mengatakan bahwa
siswa tersebut sering melakukan injeksi pada klien post op. Confidentiality (masalah kepercayaan klien) Klien menangis dan
menyatakan bahwa ia sudah tidak punya uang untuk membayar pengobatan karena ia
masuk RS dibawa polisi, apabila perawat percaya dan menolong klien untuk
membebaskan dari biaya pengobatan apakah ini sesuai dengan kaidah etik?, kalau perawat
membiarkan tidak menolong apapakah sesuai dengan kaidah etik?. Allocation of Scarce Nursing resources (masalah membagi perhatian perawat) Saat dinas malam
jam 13.00 perawat sedang sibuk memasang infus klien dehidrasi berat dan memberikan
injeksi Sulfas atropine tiap 15 menit kepada klien keracunan pestisida. Saat bersamaan
datang klien Ca mammae kesakitan dank lien serangan jantung kepada klien manakah
tenaga dan pikiran perawat di fokuskan? informed consent (masalah pemberian informasi pada klien) Seorang dokter
res diden menganjurkan perawat untuk segera menyuntikan analgetik pada pada
spinal klien karena klien sangat kesakitan, sementara dokter tersebut sedang
sibuk melakukan punksi pada tulang belakang klien, apakah perawat akan
melakukan ini tanpa memberikan informed consent terlebih dahulu ? Conflicts betweent the client’s and nurses’s interest
(Masalah konflik klien dan tata
nilai perawat) Saat perawat melakukan test HIV AIDs pada klien, perawat menolak
karena ia sedang hamil dan takut bayinya tertular HIV AIDs.
2. Masalah etik perawat-dokter (nurses and physicians) Disagreement about proposed medical regiment (Tidak setuju dengan pengobatan yang disanakan dokter)
Dalam pengalaman klien bahwa obat penicillin yang diresepkean dokter seringkali
menimbiulkan alergi pada sebagaian besar klien, saat dokter memebrikan terapi
yang sama maka perawat menolak memberikan karena biasanya klien akan komplain
kepada perawat (The
nurse Role conflicts) Konflik
masalah peran dan fungsi perawat Dib alai pengobatan perawat biasa melakukan
sirkumsisi, operasi kecil dan pemberian cairan infuse, padahal menurut
undang-undang kesehatan dokter memklaim bahwa tindakan tersebut hanya boleh
dilakukan oleh dokter. Padahal dokter jarng ada di tempat saat terapi harus diberikan
Physician incompetence (Dokter yang tidak kompeten) Dalam suatu Rumah Sakit
ditempatkan seprang dokter yang belum mahir mengambil darah dan memasang infus,
hal ini menyebabkab ketidaknyamanan pada klien. Dalam kasus lain dokter bedah
baru menyebabkan lambanya proses operasi sehingga klien mengajukan komplain
kepada perawat.
3. Perawat dengan institusi dan kebijakan public (nurses and institusional, public policy) short
staffing (terbatasnya tenaga perawat) Terbatasnya
tenaga perawat di puskesmas pembantu atau di wilayah terpencil menyebabkan
perawat melakukan semua aktivitas sendirian, mulai dari anamnesa, diagnosa,
pengobatan, perawatan, rehabilitasi sampai penyuluhan. healthcare rationing (rasio tenaga keshatan) terbatasnya tenaga kesehatan menyebabkan ternbatasnya
pelayanan perawat kepada masyarakat daerha terpencil, terutama bila terjadi
wabah atau bencana alam, di sisi lain peran perawat untuk menjamin kesehatan
masyarakat harus dilaksanakan secra optimal
4. Masalah etik perawat dengan komisi etik (nuses and Ethics Committees) Fungsi komisi etik adalah untuk pendidikan, membuat
keputusan, melakukan peninjauan kasus, dan sebagai konsultasi atau rujukan
akhir. Komisi ini sangat penrting sebab beranggotakan para ahli dari berbagai
disiplin ilmu dan ahli di bidangnya masing-masing. Mereka memilki kemampuan
untuk berdiskusi dan melakukan sharing. Banyak peran perawat sebagai client
advocate bersuara secra unik dalam forum ini dengan maksud untuk membela
kepentingan klien.
Referensi :
Barbara kozier, 1983, Fundamental of nursing Bertens, 1993, Etika
Lucie Young Kelly, 1981, Dimension of professional Nursing, fourth edition, Macmillan publishing London
Caroline Bunker Rosdahal, 1999, Text Book of Basic Nursing, Lippincot, Philadelphia,
Newyork, Baltimore
Cholil Uman, 1994, Agama menjawab tentang berbagai masalah Abad
modern, Ampel Suci Surabaya
Taylor, Lilis, LeMone, 1997, fundamental of nursing the
Art and Sciences of Nursing care,
Lippincott Philadelphia Newyork
Casino Viva Las Vegas - Mapyro
BalasHapusCasino Viva 계룡 출장안마 Las Vegas 김제 출장마사지 This casino has 경주 출장샵 466 slots, 3 barreled tables, 20 table 제천 출장안마 games, and a 4,814 room hotel. The hotel also has a restaurant, a coffee 대구광역 출장마사지 shop, Rating: 3.3 · 1,906 votes