Sabtu, 13 April 2013

Obat Sistem Kardiovaskuler


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG
Obat yang ada saat ini masih jauh dari ideal. Tidak ada obat yang memenuhi semua kriteria obat ideal, tidak ada obat yang aman, semua obat menimbulkan efek samping, respon terhadap obat sulit diprediksi dan mungkin berubah sesuai dengan hasil interaksi obat, dan banyak obat yang mahal, tidak stabil, dan sulit diberikan. Karena banyak obat tidak ideal, semua anggota tim kesehatan harus berlatih “care” untuk meningkatkan efek terapeutik dan meminimalkan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan obat.
Sebagai salah satu dari tim medis perawat seyogyanya telah paham betul akan pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal dengan tujuan minimal. Dan berikut ini adalah peran perawat dalam pengobatan :
·          Mengkaji kondisi pasien
·          Sebagai pemberi layanan askep, dalam pemberian obat.
·          Mengobservasi kerja obat dan efek samping obat.
·          Memberikan pendidikan kesehatan tentang indikasi obat dan cara penggunaannya.
·          Sebagai advokat atau melindungi klien dari pengobatan yang tidak tepat.


1.2   TUJUAN PENULISAN

1.2.1  Menyelesaikan tugas Farmakologi
1.2.2  Mengetahui pengertian tentang obat jantung/kardiovaskuler
1.2.3  Mengetahui penggolongan obat jantung
1.2.4  Mengetahui Farmakokinetika pada obat jantung
1.2.5  Mengetahui Farmakodinamika pada obat jantung
1.2.6  Mengetahui indikasi dari obat jantung

1.3  Rumusan Masalah
1.3.1   Apakah yang dimaksud dengan obat jantung/kardiovaskuler?
1.3.2   Apa saja penggolongan obat jantung?
1.3.3   Bagaimana farmakokinetika obat jantung tersebut?
1.3.4   Bagaimana farmakodinamika obat jantung tersebut?
1.3.5   Apa saja indikasi dari obat jantung?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1              Pengertian obat kardiovaskuler
Obat Sistem kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi & memperbaiki sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah ) secara langsung ataupun tidak langsung. Jantung  dan pembuluh darah merupakan organ tubuh yang mengatur peredaran darah sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat terangkut dengan baik.  Jantung sebagai organ pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur darah ke jaringan. Pembuluh darah dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler.

2.2              Pembagian obat kardiovaskuler
A.    anti anemia
B.     anti pembekuan darah (koagulansia)
C.     anti pendarahan (hemostatis)
D.    obat syok
E.     anti hipertensi
F.      anti hipotensi
G.    anti migrain
H.    deuritika

2.3              Pengertian pembagian obat kardiovaskuler


A. Anti anemia (hematinik)
            Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin plasma lebih rendah dari normal akibat penurunan jumlah sel darah merah yang beredar atau total hemoglobin yang abnormal lebih rendah per unit volume darah. Anemia dapat disebabkan oleh kehilangan darah kronik, kelainan sum – sum tulang, peningkatan hemolisis, infeksi, keganasan, defisiensi endokrin, dan sejumlah keadaan penyakit lain. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan transfusi darah utuh. Sejumlah obat dapat menyebabkan efek toksik pada sel – sel darah, produksi hemoglobin atau alat – alat pembuat sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia. Selain itu, anemia nutrisional yang disebabkan oleh defisiensi substansi makanan (misalnya besi, asam folat, vitamin B12 (sianokobalamin) diperlukan untuk eritropoiesis normal. Dengan demikian obat-obat ini digunakan untuk mengobati anemia dan dinamakan juga sebagai hematinika. Obat lain yang berpengaruh terhadap eritropoesis  yaitu riboflavin,piridoksin,kobal dan tembaga. Ada juga beberapa hormone yang secara tidak secara langsung juga mempengaruhi eritropoesis misalnya hormone tiroid,gonad dan adrenal.
            Ada juga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sel darah merah yaitu eritropoetin yang terutama dibentuk oleh ginjal. Zat ini berperan sebagai regulator poliferasi eritrosit sehingga bila terganggu dapat berakibat anemia berat.

Ø  ANTIANEMIA DEFISIENSI

·         BESI (Fe) dan GARAM-GARAMNYA
            Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb),sehingga defisiensi Fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah menimbulkan anemia hipokromik mikrositik.
            Zat besi disimpan dalam sel – sel mukosa intestinal sebagai feritin (suatu kompleks protein / besi) sampai dibutuhkan tubuh. Defisiensi besi disebabkan oleh kehilangan darah akut atau kronik, pemasukan yang kurang selama periode pertumbuhan cepat anak – anak, atau menstruasi berlebihan atau wanita hamil. Karena itu, keadaan ini merupakan akibat keseimbangan negatif besi yang disebabkan habisnya simpanan besi dan pemasukan yang tidak cukup, memuncak pada anemia mikrositik hipokrom. Penambahan sulfas ferrosus diperlukan untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Gangguan gastrointestinal yang disebabkan oleh iritasi lokal merupakan efek samping paling sering akibat suplemen zat besi.

·         Distribusi Dalam Tubuh
            Tubuh manusia sehat mengandung +- 3,5 gram Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein.  Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang nonesensial. Fe esensial terdapat pada :
1.        hemoglobin +- 66%
2.       mioglobin 3%
3.       enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitokromaksidase,suksinil dehidrokinase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%
4.       pada transferin 0,1%.
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400 mg, sedangkan pada pria kira-kira 1 gram.



FARMAKOKINETIK
Absorpsi
            Absorpsi Fe mulai saluran cerna terutama berlangsung di duodenum dan jejunum proksimal,makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero. Transpornya melalui sel mukosa usus terjadi secara transporaktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin,atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum,bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah,maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat,maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sum-sum tulang eritropoesis. Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.
            Pada individu normal efeisiensi Fe jumlah Fe yang diabsorpsi 5-10% atau sekitar 0,5-1 mg/hari. Absorpsi Fe meningkat bila cadangan rendah  atau kebutuhan Fe meningkat. Absorpsi meningkat menjadi 1-2 mg/hari pada wanita menstruasi,pada wanita hamil dapat menjadi 3-4 mg/hari.kebutuhan Fe juga meningkat pada bayi dan remaja. Absorpsi dapat ditingkatan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCL, suksinat dan senyawa asam lain. Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat,aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Fe yang terdapat pada makanan hewani misalnya daging umumnya diabsorpsi lebih mudah dibandingkan dengan makanan nabati.
            Fe yang didapatkan pada hemoglobin dan  mioglobin daging lebih mudah diabsorpsi karena diabsorpsi dalam bentuk utuh, tidak memerlukan pemecahan lebih dahulu menjadi elemen Fe.
            Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis. Selain itu,bila Fe diberikan sebagai obat,bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.
Distribusi
            Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta 1-glubolin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama kesum-sum tulang depot Fe.
Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis, dan juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Metabolisme
            Bila tidak digunakan dalam eritropoesis,Fe mengikat suatu protein yang disebut apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama pada sel mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa dan sum-sum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sum-sum tulang dalam proses eritropoesis, 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong.  Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.
            Bila Fe diberikan IV,cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati,sedamgkan setelah pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam  hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi yang berlebihan pula.
Ekskresi
            Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali biasanya sekitar 0,5-1 mg seehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah ekskresi Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari.

Ø  KEBUTUHAN BESI
            Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor umum,jenis kelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita) dan jumlah darah dalam badan (Hb)dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadan depot Fe memegang peranan penting. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan bahwa seorang laki-laki dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg,dan wanita memerlukan 12 mg sehari guna memenuhi ambilan sebesar masing-masing 1 mg dan 1,2 mg sehari. Sedangkan pada wanita hamil dan menyusui diperlukan tambahan asupan 5 mg sehari.
            Bila kebutuhan Fe tidak dipenuhi,Fe yang terdapat di dalam gudang akan digunakan dan gudang lambat laun menjadi kosong. Akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absorpsi yang tidak baik, perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat. Keadaan ini memerlukan penambahan Fe dalam bentuk obat.

Ø  SUMBER ALAMI
            Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang,kacang-kacangan dan buah-buahan yang tertentu. Makanan yang mengandung besi dalam jumlah sedang(1-5mg/100g) termasuk diantaranya daging, ikan, unggas, sayur-sayuran yang berwarna hijau dan biji-bijian. Sedangkan susu atau produknya dan sayuran yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g).

Ø  INDIKASI
            Sediaan Fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi Fe. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu dapat pula terjadi misalnya wanita hamil (terutama multipara) dan pada mas pertumbuhan,karena kebutuhan yanh meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi Fe. Pada anemia defisiensi Fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang.

Ø  EFEK SAMPNG
            Efek sampnt yang paling sering timbul berupa intoleransi dalam sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada setiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyari lambung (+- 7-20%),konstipasi (+- 10%),diare (+- 5%) dan kolik. Gangguan ini biasa ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang.
            Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit,warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV.
            Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang seperti gula-gula. Kelainan utama terdapat pada saluran cerna,mulai dari iritasi,korosi sampai tejdai neksrosis. Gejala yang timbul berupa mual, muntah, diare, hemetemesis serta fese berwarna hitam karena perdarahan  pada saluran cerna,syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut berlebihan dikemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam minum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah pertam-tama diusahakan agar pasien muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya,dapat dilakukan bilasan lambung dengan menggunakan larutan natrium bikarbonat 1%. Selanjutnya kedaan syok dehidrasi dan asidosis harus diatasi.

Ø  SEDIAAN,DOSIS
Sediaan oral
            Karena berasal dalam bentuk fero paling mudah diabsorpsi maka preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero fumalat. Tidak ada perbedaan absorpsi diantara garam-garam fero ini. Jika ada,mungkin disebabkan oleh perbedaan asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat, karbonat, pirofosfat, ternyata Fe sukar diabsorpsi, demikian juga sebagai garam feri (Fe3*).
            Untuk mengatasi defisiensi Fe dengan cepat umumnya dibutuhkan sekitar 200-400 mg elemen besi selama kurang lebih 3-6 bulan.
            Tabel beberapa jenis preparat besi oral

Preparat

Tablet
Elemen  besi tiap tablet
Dosis lazim untuk dewasa(Σ tablet/hari)
Fero sulfat (hidrat)
325 mg
65 mg
3-4
Fero glukonat
325 mg
36 mg
3-4
Fero fumarat
200 mg
66 mg
3-4
Fero fumarat
325 mg
106 mg
2-3
           
Sediaan parental
            Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dalam dan IV hanya diberikan bila pemberian oral tidak mungkin, misalnya pasien bersifat intoleran terhadap sediaan oral atau pemberian oral tidak mungkin menimbulkan respons teraupetik.
            Iron-dextran (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap mL (larutan 5%)untuk penggunaan IM  atau IV. Respons teraupetik terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat daripada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan berat anemia,yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. 
            Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan diikuti dengan peningkatan bertahan untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan parlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 25-50 mg/menit. Pasein dengan riwayat alergi dan pasien yang sebelumnya pernah mendapat preparat besi secara suntikan lebih besar kemungkinannya untuk mengalami reaksi hipersensivitas.
VITAMIN B12
            Vitamin B12 (sianokobalamin) nerupakan satu-satunya kelompok senyawa lain yang mengandung unsur Co dengan struktur yang mirip dengan derivate porfirin alami lain. Molekulnya terdiri atas bagian-bagian cincin porfirin dengan satu atom Co, basa dimetilbenzimidazol, ribose dan asam fosfat. Umumnya senyawa dalam kelompok ini dinamakan kobalamin. Penambahan gugus-CN pada kobalamin menghasilkan sianokobalamin, sedangkan Penambahan gugus-OH menghasilkan zat yang dinamakan hidroksokobalamin. Sianokobalamin yang aktif dalam tubuh manusia adalah deoksiadenosil kobalamin dan metilkobalamin.
FUNGSI METABOLIK
            Vitamin B12  bersama-sama folat sangat penting untuk metabolisme intrasel. Vitamin B12  dan  asam folat dibutuhkan untuk sintensis DNA yang normal,sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan gangguan produksi dan maturasi eritrosit yang memberikan gambaran sebagai anemia megaloblastik.
Ø  DEFISIENSI VITAMIN B12
            Kekurangan vitamin B12 dapat disebabkan oleh kurangnya asupan (kadar dalam makanan kurang, terganggunya absorpsi (absorbsi vitamin rendah akibat gangguan sel – sel parietal lambung dalam menghasilkan faktor intrinsik), hilangnya aktivitas reseptor yang dibutuhkan guna pengambilan vitamin intestinal, terganggunya utilisasi, meningkatnya kebutuhan, destruksi yang berkelebihan atau ekskresi yang meningkat. Defisiensi kobalamin ditandai dengan gangguan hematopoesis,gangguan neurology, kerusakan sel epitel,terutama epitel saluran cerna ,dan debilitas umum. Defisiensi vitamin B12  menimbulkan anemia megaloblastik yang disertai dengan gangguan neurologik,bila tidak cepat diobati kelainan neurologik ini dapat membuat pasein cacat seumur hidup. Penggunaan asam folat dapat memperbaiki anemia,sedangkan kelainan neurologik tidak dipengaruhi.  Defisiensi vitamin B12  dapat didiagnosis dengan mengukur kadar vitamin B12 dalam plasma.
            Defisiensi vitamin B12    pada orang dewasa sering disebabkan oleh gangguan absorpsinya.misalnya pada defisiensi vitamin B12   yang klasik yang disebut anemia pernisiosa Addison. Pada penyakit tersebut terjadi kegagalan sekresi faktor instrinsik castle (FIC) oleh sel parietal lambung yang berfungsi dalam absorpsi vitamin B12    di ileum.

Ø  KEBUTUHAN VITAMIN B12
            Kebutuhan Vitamin B12   bagi orang sehat kira-kira 1 µg sehari yaitu sesuai dengan jumlah yang diekskresi oleh tubuh. Setiap hari tubuh akan mengeluarkan 3-7 µg sehari ke dalam saluran empedu, sebagian besar akan reabsorpsi melalui usus hanya  1 µg yang tidak reabsorpsi. Pada defisiensi vitamin B12     tanpa komplikasi,respons hematologik minimal sudah tidak dapat dengan 1 µg sehari. Tetapi pada anemia pernisiosa dimana faktor instrinsik castle berkurang atau tidak ada,kebtuhan ini akan meningkat, sebab apa yang dikeluarkan melalui saluran empedu tidak dapat reabsorpsi.
Ø  SUMBER VITAMIN B12 ALAMI
            Sumber asli untuk satu-satunya vitamin B12    adalah mikroorganisme. Bakteri dalam kolon manusia juga membentuk vitamin B12, tetapi ini tidak berguna untuk memenuhi kebutuhan individu yang bersangkutan sebab absorpsi vitamin B12 terutama berlangsung dalam ileum. Selain itu, vitamin B12 dalam kolon ternyata terikat pada protein. Jadi sumber untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah makanan hewani sebab tumbuh-tumbuhan tidak mengandung vitamin B12 .
            Vitamin B12   dalam makanan manusia juga terikat pada protein, tetapi akan dibebaskan proses proteolisis. Jenis makanan yang kaya akan vitamin B12 adalah   jeroan (hati, ginjal, jantung) dan kerang. Kuning telur, susu kering bebas lemak dan makanan yang berasal dari laut (ikan sardine, kepiting) mengandung vitamin B12 dalam jumlah sedang.

Ø  FARMAKOKINETIK
·         Absorpsi
            Sianokobalamin diabsorpsi baik  dan cepat setelah pemberian IM dan SK. Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan IM. Hidrosokobalamin dan koenzim B12 lebih lambat diabsorpsi,agaknya karena ikatannya yang lebih kuat dengan protein. Absorpsi per oral berlangsung lambat di ileum, kadar puncak dicapai 8-12 jam setelah 3 µg. Absorpsi ini berlangsung dengan dua mekanisme, yaitu dengan perantaraan faktor   instrinsik castle (FIC) dan absorpsi secar langsung.
·         Absorpsi dengan perantaraan  FIC
            Absorpsi dengan perantaraan  FIC sangat penting,dan sebagian besar anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan mekanisme ini. Setelah dibebaskan dari ikatan protein vitamin B12 dari makanan akan membentuk kompleks B12- FIC. FIC hanya mampu mengikat sejumlah 1,5-3 µg vitamin B12 . Kompleks  ini masuk ke ileum dan disini melekat pad reseptor khusus sel dimukosa ileum untuk diabsorpsi. Absorpsi berlangsung dengan mekanisme pinositosis oleh sel mukosa ileum. FIC yang dihasilkan oleh sel parietal lambung,merupaka suatu glikoprotein dengan berat molekul 60.000. Bila sekresi FIC bertambah,misalnya akibat obat-obat kolinergik, histamine, dan mungkin juga beberapa hormone seperti ACTH, kortikosteroid dan hormon tiroid ,maka absorpsi vitamin B12 juga akan meningkat. Karena untuk diabsorpsi vitamin B12 harus dibebaskan lebih dulu dari protein, maka jumlah yang diabsorpsi juga tergantung dari ikatannya dengan makanan/jenis makanan.
            Absorpsi secara langsung tidak begitu penting karena baru terjadi pada kadar vitamin B12 yang tinggi, dan berlangsung secara difusi jadi merupakan suatu mass action affect
·         Distribusi
            Setelah diabsorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan plasma.  Sebagian besar terikat pada beta-globulin (transkobalamin II), sisanya terikat pada alfa-glikoprotein (transkobalamin I) dan inter- alfa-glikoprotein (transkobalamin III). Vitamin B12 yang terikat pada transkobalamin II akan diangkut ke berbagai jaringan,terutama hati yang merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90%). Kadar normal vitamin B12 dalam plasma adalah 200-900 pg/mL dengan simpanan sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
·         Metabolisme dan ekskresi
            Baik sianokobalamin maupun hidroksokobalamin dalam jaringan dan darah terikat oleh protein. Di dalam hati kedua kobalamin tersebut akan diubah menjadi koenzim B12. Pengurangan  jumlah kobalamin  dalam tubuh disebabkan oleh ekskresi melalui saluran empedu, sebanyak 3-7 µg sehari harus direabsorpsi dengan perantaraan FIC. Ekskresi bersama urin hanya terjadi pada bentuk yang tidak terikat protein. 80-95%  vitamin B12 akan diretensi dalm tubuh bila diberikan dalm dosis sampai 50 µg dengan dosis yang lebih besar,jumlah yang diekskresi akan lebih banyak.

Ø  SEDIAAN DAN POSOLOGI
            Vitamin B12 diindikasikan untuk pasien defisiensi vitamin B12  misalnya anemia pernisiosa. Pada pasein anemia pernisiosa yang berat, selain gejala anemia mungkin terdapat trombositopenia dan leucopenia berat, kerusakan neurologik, kerusakan hati berat atau komplikasi bentuk lain.
            Vitamin B12  tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan laruan untuk disuntikan. Penggunaan sediaan oral pada pengobatan anemia pernisiosa kurang bermanfaat dan biasanya tetapi oral lebih mahal dari pada terapi parenteral. Sediaan antinemia yang terdiri dari campuran Fe, vitamin B12 ,asam volat, kobal, Cu, ekstrak hati dan sebagainya.
            Dikenal tiga jenis suntikan vitamin B12 yaitu :
1.      larutan sianokobalaminyang berkekuatan 10-100 µg/mL
2.      larutan ekstrak hati dalam air
3.      suntikan depot vitamin B12
Suntikan larutan sianokobalamin jarang sekali menyebabkan reaksi alergi dan iritasi ditempat suntikan. Kalau terjadi reaksi alergi biasanya karena sediaannya tidak murni. Manfaat larutan ekstrak hati terhadap anemia pernisiosa  disebabkan oleh vitamin B12
yang terkandung di dalamnya. Penggunaan suntikan ekstrak hati ini dapat ini dapat menimbulkan reaksi alergi lokal maupun umum, dan dari yang ringan sampai yang berat. Reaksi ini disebabkan oleh allergen yang bersifat spesies spesifik dan bukan organ spesifik. Tidak ada hipersinsitivitasi silang antara larutan ekstrak hati dengan sionikobalamin. Tujuan pengguanaan suntikan depot vitamin B12 adalah  untuk mengurangi frekuensi suntikan.
            Dosis sianokobalamin untuk pasein anemia pernisiosa tergantung dari berat anemianya, ada tidaknya komplikasi dan respons terhadap pengobatan.  Secara garis besar cara penggunaannya dibagi atas terapi awal yang intensif da terapi penunjang.
            Sebelum pengobatan dimulai dapat dilakukan percobaan terapi untuk memastikan diagnosis anemia pernisiosa. Untuk ini hanya dibutuhkan dosis 1-10 µg sehari yang diberikan selam 10 hari. Jumlah sekecil ini akan menimbulkan respons hematologik berupa reaksi retikulosit pada anemia pernisiosa tanpa komplikasi.
            Pada terapi awal diberikan dosis 100 µg sehari parenteral selama 5-10 hari. Dengan terapi  ini respons hematologik baik sekali, tetapi respons dapat kurang memuaskan bila terdapat keadaan yang menghambat hematopoesis misalnya infeksi, uremia atau penggunaan kloramfenikol.  Respon yang buruk dengan dosis 100 µg/hari selama 10 hari, mungkin juga disebabkan oleh salah diagnosis atau potensi obat yang kurang.
            Terapi penunjang dilakukan dengan memberikan dosis pemeliharaan 100-200 µg sebulan sekali sampai diperoleh remisi yanh lengkap yaitu jumlah eritrosit dalam darah +- 4,5 juat/mm3 dan morfologi hematologik berada dalam batas-batas normal. Kemudian 100 µg sebual sekali cukup untuk mepertahankan remisi. Pemberian dosis pemeliharaan setiap bulan ini penting sebab retensi vitamin B12 terbatas, walaupun diberikan dosis sampai 100 µg.

Ø  ASAM FOLAT
            Asam folat (asam pteroilmonoglutamat, PmGA) terdiri atas bagian-bagian pteridin,asam paraaminobenzoat dan asam glutamate. PMGA bersama-sama dengan konjugat yang mengandung lebih dari satu asam glutamate, membentuk suatu kelompok yang dikenal sebagi folat. Folat terdiri dalam hampir setiap jenis makanan dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang segar.

Ø  FUNGSI METABOLIK
            PmGA merupakan prekursor inaktif dari beberapa koenzimyang berfungsi pada transfer unit karbon tunggal (single karbon unit ).  Mula-mula folat reduktase mereduksi  PmGA menjadi THFA (asam tetrahidrofolat). THFA yang terbentuk bertindak sebagai akseptor berbagai unit karbon tunggal dan selanjutnya memindahkan unit ini kepada zat-zat yang memrlukan. Berbagai reaksi penting yang menggunakan unit karbon tunggal adalah :
a.      sintesis purin melalui pembentukan asam inosinat
b.      sintesis nukleotida pirimidin melalui metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat
c.        interkonversi beberapa asam amino misalnya  antera serin dengan glisin histidin dengan asam glutamate, hemostitein dengan metionin.


Ø  KEBUTUHAN FOLAT
            Kebutuhan tubuh akan folat rata-rata 50 µg sehari, dalam bentuk PmGA, tetapi jumlah ini dipengaruhi oleh kecepatan metabolisme dan laju malih sel (cellturn-over) setiap harinya. Jadi peningkatan metabolisme akibat penyakit infeksi, anemia hemolitik dan adanya tumor ganas akan meningkatkan kebutuhan folat.
Ø  DEFISIENSI FOLAT
            Defisiensi folat sering merupak komplikasi dari (1) gangguan di usus kecil;(2) alkoholisme yang menyebabkan asupan makanan buruk;(3) efek toksik alkoholpada sel hepar;dan (4) anemia hemolitik yang menyebabkan laju malih eritrosit tinggi. Obat-obat yang dapat  menghambat enzim dihidrofolat reduktase (misalnya metotreksat, trimetoprim) dan yang mengadakan interaksi pada basorpsi dan penyimpanan folat (misalnya fenitoin dan beberapa antikovulsan lain, (kontrasepsi oral) dapat menurunkan kadar folat dalam plasma dan menimbulkan anemia megaloblastik.

·         Gejala klinik
            Gejala defisiensi folat yang paling menonjol adalah hematopoesis megaloblastik (yang menyerupai anemia defisiensi vitamin B12). Perbedaan klinik yang nyata antara defisinesi folat dan defisiensi vitamin B12 adalah bahwa pada yang pertama tidak terdapat kerusakan sarung myelin sehingga tidak ada gangguan neurologik. Hal ini dapat diterangkan dengan sifat folat yang secara selektif dapat menumpuk dalam cairan serebrospinal,tetapi akibat gangguan metabolisme otak pasien dapat menunjukan gejala insomnia, pelupa dan iritabilitas.


Ø  FARMAKOKINETIK
            Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali terutama 1/3 bagian proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan energi, sedangkan pada kadar tinggi absorpsi dapat berlangsung secara difusi. Walaupun terdapat gangguan pada usus halus, absorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama sabagai PmGA.
            Ekskresi berlangsung melalui ginjal,sebagian besar dalam bentuk metabolit.  Pada orang dengan diet normal, jumlah yang diekskresi hanya sedikit sekali dan akan meningkat bila folat dalam jumlah besar.
Ø  INDIKASI
            Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan pengobatan defisiensi folat. Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita hamil, dan dapat menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan asupan asam folat dan makanannya. Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan kuat antara defisiensi asam folat pada ibu dengan insidens defek neural tube seperti spina bilfida dan anensefalus pada bayi yang dilahirkan. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500µg asam folat per hari.
            Dosis yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang ada. Umumnya folat diberikan per oral, etapi bila keadaan tidak  memungkinkan, folat diberikan secara IM dan SK. Untuk tujuan diagnostic digunakan dosis 0,1 mg per oral selama 10 hari yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien defisiensi folat. Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin B12   yang baru memberikan respons hematologik dengan dosis 0,2 mg per hari atau lebih.
            Terapi awal pada defisiensi folat tanpa komplikasi dimulai dengan 0,5-1 mg sehari secara oral selama 10 hari. Dengan adanya komplikasi dimana kebutuhan folat meningkat disertai pula dengan supresi hematopoesis,dosis perlu lebih besar. Setelah perbaikan cukup memuaskan, terapi dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan yang biasnya berkisar antara 0,1-0,5 mg sehari.


Ø  SEDIAAN DAN POSOLOGI
            Asam folat tersedia dalam bentuk tablet yang mengandung 0,4;0,8; dan 1 mg asam pteroilglutamat dan dalam larutan injeksi asam folat 5 mg/ml. Setelah itu, asam folat terdapat dalam berbagai sediaan multivitamin atau digabung dengan antianemia lainnya. Asam folat injeksi biasanyahanay digunakan sebagai antidotum pada intoksikasi antifolat (antikanker).


Ø  OBAT LAIN
·         RIBOVLAFIN
            Ribovlafin (vitamin B12) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan flavin-adenin-dinukleotida (FAD)berfungsi sebagai koenzim dalam merabolisme flavo-protein dalam pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia normokronik-normositik ( pure rd-cell aplasia ). Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata faktor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan. Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.

·         PIRIDOKSIN
            Vitamin B6  ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar pasien akan terjadi anemia normoblastik sideroakrestik dengan sejumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam precursor eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat anemia megaloblastik. Pada keadaan iniabsorpsi Fe meningkat, Fe-bending protein menjadi jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didaptkan gejala hemosiderosis.

·         KOBAL
            Kobal dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa pasein dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada pasien talasemia,infeksi kronik atau penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsang pembentukan eritropoetin yang berguna untuk meningkatkan ambilan Fe dalam sumsum tulang, tetapi ternyata pada pasien anemia refrakter biasanya kadar eritropoetin sudah tinggi.
            Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe,karena ternyata kobal dapat meningkatkan absorpsi Fe melalui usus. Akan tetapi, kobal dapar menimbulkan efek toksik berupa erupsi kulit, struma, angina, tinnitus, tuli, payah jantung sianosis, korna, malaise, anoreksia, mual dan muntah.

B.  Anti Pembekuan darah (Koagulansia)

Definisi

Pembekuan darah adalah proses alami yang mengizinkan darah membentuk gumpalan sel darah dan fibrin untuk menghentikan pendarahan ketika pembuluh darah sobek atau rusak. Jika tubuh tidak memiliki kemampuan untuk membekukan darah, mereka yang memiliki luka kecil pun akan mati kerena pendarahan.

Akan tetapi, ketika gumpalan darah (thrombus) terbentuk di pembuluh arteri dapat menghambat aliran darah menuju otot jantung atau otak sehingga memicu serangan jantung atau stroke. Atau, ketika darah terlalu lama berada di dalam bilik jantung (terjadi pada kondisi jantung tertentu), gumpalan dapat terbentuk, dan bagian dari gumpalan darah tersebut akan terpompa melalui aliran darah serta menyumbat pada salah satu organ atau arteri, memotong suplai darah dari titik ini. Penyumbatan ini disebut “embolus”.
·         Ada banyak kondisi lain yang berhubungan dengan pembekuan darah, sebagai contoh:
·         Pembekuan darah koroner yang melibatkan pembekuan darah pada arteri koroner menyebabkan serangan jantung
         Pembekuan darah pada pembuluh dalam akan membuat pembekuan darah di pembuluh kaki
         Pembekuan darah pada embolus paru-paru akan membuat pembekuan darah di arteri paru-paru
         Kemacetan pada pembuluh darah retina akan membuat pembekuan darah pada pembuluh mata 

Gejala

·         Gejala pembekuan darah didasarkan pada dimana bekuan darah terdapat:

•    Pada paru-paru, gejalanya adalah sakit dada yang tajam, detak jantung yang cepat, batuk yang diwarnai darah, napas pendek dan demam ringan
•    Pada lengan atau kaki, gejalanya adalah gangguan penglihatan, lemah, penurunan cara berbicara, pembengkakan dan sedikit warna kebiruan. Jika terdapat di pembuluh darah, akan menyebabkan pembengkakan dan lebam.
•    Pada otak, gejalanya adalah gangguan penglihatan, lemah, penurunan cara berbicara, menyebabkan stroke atau kejadian ketidak cukupan suplai darah ke otak untuk sementara waktu.
         Jantung, gejalanya adalah rasa sakit pada dada karena serangan jantung. Bekuan darah terbentuk pada jantung juga dapat terbawa menuju organ lain atau arteri tubuh. Kondisi yang dapat menyebabkan bekuan darah yang terbentuk di dalam jantung antara lain gangguan pada katup jantung, serangan jantung sebelumnya, atrial fibrillation dan kegagalan jantung.
Perut, gejalanya adalah sakit yang parah pada area bagian perut, muntah dan/atau diare.

Penyebab & Faktor Risiko
Penyebab

Kondisi tertentu yang menyebabkan bekuan darah antara lain:
         Platelet merupakan sel darah khusus yang menggumpal untuk membentuk “sumbatan”, membantu untuk menghentikan pendarahan.
         Faktor yang menyebabkan membekunya darah adalah protein di dalam darah yang terkait, sepanjang platelet menyusun pembekuan.
         Kerusakan pada endothelial – kerusakan pada jalur pembuluh darah dan jantung dapat menentukan dimana bekuan darah terbentuk.
         Lambatnya aliran darah atau pergolakan aliran darah akan mempengaruhi terbentuknya bekuan darah.
Faktor risiko
Beberapa faktor yang dapat memperbesar risiko terjadinya pembekuan darah antara lain:
o   Atherosclerosis
o   Tekanan darah tinggi
o   Serangan jantung atau stroke sebelumnya
o   Gangguan pada katup jantung
o   Kegagalan jantung
o   Trauma pada pembuluh darah, sebagai contoh akibat kecelakaan, operasi atau terbakar
o   Meningkatnya kadar platelet dikarenakan kekacauan genetik
o   Infeksi
o   Pembengkakan pada usus
o   Kehamilan
o   Gangguan sistem imun
o   Kanker tertentu
o   Masalah pada vascular
o   Ketidak aktifan tubuh
o   Gangguan pada gunjal
Sebagai tambahan, gaya hidup berikut ini dapat meningkatkan risiko:
          Merokok
         Obesitas (lebih dari 10kg kelebihan berat badan)
         Lemah dalam berolahraga
         Penggunaan pil KB, khususnya jenis yang berdosis tinggi
         Esterogen dosis tinggi, atau terapi pengganti hormon
         Duduk pada satu posisi untuk waktu yang lama (seperti ketika di dalam pesawat)
Pencegahan
         Pasien yang diketahui dengan kondisi cardiovascular, seperti atherosclerosis, tekanan darah tinggi, gangguan pada katup jantung, kegagalan jantung, atrial fibrillation, pemekaran pembuluh dan aneurisma. Kondisi ini membutuhkan pengobatan yang tepat, yang sering termasuk obat anti pembekuan darah.
         Pasien yang menjalani operasi, khususnya setelah dalam waktu yang lama tidak bergerak, membutuhkan obat anti pembekuan darah dengan jenis yang spesifik dalam waktu satu atau dua hari menjelang operasi, dan juga sering diberikan kaus kaki pendukung untuk dipakai dengan segera saat dan/atau setelah operasi.
         Penumpang pesawat (penerbangan jarak jauh) dapat mengambil manfaat dari aspirin dan kaus kaki pendukung, tapi pencegahan terbaik adalah memiliki cukup air dalam tubuh dan bergerak secara rutin.
         Pasien dengan trauma fisik tertentu harus secara teliti diamati mengenai terbentuknya bekuan darah, khususnya pada pasien yang diketahui memiliki kanker atau beberapa gangguan sistem imun tubuh.
         Kehamilan juga merupakan periode dengan risiko yang tinggi, tapi kecurigaan yang sama juga harus diperhatikan pada pasien yang menggunakan pil KB, khususnya jika dikombinasikan dengan pemekaran pembuluh darah dan merokok.
         Secara umum, menjaga berat badan, tidak merokok dan olahraga rutin bermanfaat bagi setiap orang. Pasien yang berusia di atas 50 tahun sering menggunakan aspirin untuk alasan lain, dan ini dapat juga membantu mencegah pembekuan.
SOLUSI PENGOBATAN UNTUK MASALAH BLOODCLOTS/PEMBEKUAN DARAH :
         Mengaktifkan molekul air di dalam tubuh, mengencerkan darah, menambah kadar oksigen dalam darah : Darah yang kental mengakibatkan haemoglobin darah sulit mengikat oksigen soluble (bentuk oksigen yang terlarut didalam darah), darah yang kental mengakibatkan sirkulasi darah menjadi lambat, sehingga distribusi oksigen, nutrisi dan air ke seluruh sel-sel tubuh menjadi lambat, disamping itu akan memperberat kinerja jantung dalam memompa darah. Sebaliknya darah yang relatif encer, haemoglobin darah lebih mudah mengikat oksigen soluble didalam darah, sirkulasi darah lebih lancar dan distribusi nutrisi, oksigen dan air lebih cepat serta meringankan kinerja jantung.
         PENTINGNYA KESEIMBANGAN MEDAN ELEKTRIS PADA SISTEM DARAH. :
Keseimbangan medan listrik pada sistem darah akan meningkatkan ke alkalian darah sehingga dapat :
1.      Membersihkan darah.
2.      Membantu sintesis sel darah
3.      Menstabilkan tekanan darah
4.      Memperlambat denyut jantung
5.      Mengurangi kekentalan darah
6.      Meningkatkan aliran darah sebanyak 20% - 40%
7.      Membuat saluran darah lebih sehat.
C. Anti Pendarahan
Definisi

Obat anti perdarahan disebut juga hemostatik.Hemostatis merupakan proses penghentian perdarahan pada pembuluh darah yang cedera. Jadi, Obat haemostatik(Koagulansia ) adalah obat yang digunakan untuk menghentikan pendarahan.
Obat haemostatik ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi daerah yang luas. Pemilihan obat hemostatik harus dilakukan secara tepat sesuai dengan patogenesis perdarahan.
Dalam proses hemostasis berperan faktor-faktor pembuluh darah (vasokonstriksi), trombosit (agregasi), dan faktor pembekuan darah
Secara garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui 3 tahap yaitu :
1.      aktivasi tromboplastin
2.      pembentukan trombin dari protrombin
3.      pembentukan fibrin dari fibrinogen
Dalam proses ini diperlukan faktor-faktor pembekuan darah yang hingga kini dikenal 15 faktor pembekuan darah (faktor IV-Ca++ , faktor VIII-anti hemofilik, faktor IX-tromboplastin plasma.)
            Perdarahan dapat disebabkan oleh defisiensi satu faktor pembekuan darah dan dapat pula akibat defisiensi banyak faktor yang mungkin sulit untuk didiagnosis dan diobati. Defisiensi atau factor pembekuan darah dapat diatasi
dengan memberikan factor yang kurang yang berupa konsentrat darah
manusia. Perdarahan dapat pula dihentikan dengan memberikan obat yang dapat meningkatkan factor-faktor pembentukan darah misalnya vitamin K atau yang menghambat mekanisme fibrinolitik seperti asam aminokaprot.
Obat hemostatik sendiri terbagi dua yaitu :
1.      Obat hemostatik lokal
2.      Obat  hemostatik sistemik.

1.      Hemostatik Lokal
Yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan mekanisme hemostatiknya.
1.      Hemostatik serap
Mekanisme kerja :
 Menghentikan   perdarahan dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala
serat-serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada permukaan   yang berdarah . Dengan kontak pada permukaan asing trombosit akan pecah dan membebaskan factor yang memulai proses pembekuan darah.
Indikasi :
Hemostatik golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan yang berasal dari
pemubuluh darah kecil saja misalnya kapiler dan tidak efektif untuk
menghentikan perdarahan arteri atau vena yang tekanan intra
vaskularnya cukup besar.
Contoh obat :
v  Spon gelatin, oksisel ( selulosa oksida )
Spon gelatin, dan oksisel dapat digunakan
sebagai penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi.
Hal ini
menguntungkan karena tidak memerlukan penyingkiran yang memungkinkan perdarahan ulang seperti yang terjadi pada penggunaaan kain kasa .
Untuk absorpsi yang sempurna pada kedua zat diperlukan waktu 1- 6
jam. Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi tulang dan dapat
mengakibatkan pembentukan kista bila digunakan jangka panjang pada
patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi,
selulosa oksida tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jangka
panjang.
v  Busa fibrin insani yang berbentuk spon, setelah dibasahi dengan tekanan sedikit dapat menutupi dengan baik permukaan yang berdarah.

2.      Astringen

Mekanisme kerja :
Zat ini bekerja local dengan mengendapkan  protein darah
sehingga perdarahan dapat dihentikan,  sehubungan dengan cara                  penggunaannya zat ini dinamakan juga stypic.
Indikasi :
Kelompok ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler tetapi kurang efektif
bila dibandingkan dengan vasokontriktor yang digunakan local.

Contoh Obat :
Antara lain feri kloida, nitras argenti, asam tanat.

3.      Koagulan
Mekanisme kerja :
Obat kelompok ini pada penggunaan lokal menimbulkan hemostatis dengan 2
cara yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin
dan secara langsung menggumpalkan fibrinogen.
Contoh Obat :
Russell’s viper venom yang sangat efektif sebagai hemostatik local dan dapat
digunakan umpamanya untuk alveolkus gigi yang berdarah pada pasien
hemofilia. Untuk 
tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0,1
% dan ditekankan pada alveolus sehabis ekstrasi gigi,  zat ini
tersedia dalam bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaaan lokal.
Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV, sebab segara menimbulkan
bahaya emboli.

4. Vasokonstriktor
Mekanisme Kerja :
Epinefrin dan norepinefrin berefek vasokontriksi , dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler suatu permukaan.
Cara pemakaian :
Penggunaanya ialah dengan mengoleskan kapas yang
telah dibasahi dengan larutan 1: 1000 tersebut pada permukaan yang
berdarah.
hemostatik sistemik
Dengan memberikan transfuse darah, seringkali perdarahan dapat dihentikan
dengan segera. Hasil ini terjadi karena penderita mendapatkan semua
faktor pembekuan darah yang terdapat dalam darah transfusi. Keuntungan lain transfusi ialah perbaikan volume sirkulasi. Perdarahan yang
disebabkan defisiensi faktor pembekuan darah tertentu dapat diatasi
dengan mengganti/ memberikan faktor pembekuan yang kurang.
1.      Faktor anti hemoflik (faktor VIII) dan cryoprecipitated anti Hemophilic Factor


·         Indikasi
Kedua zat  ini bermanfaat untuk mencegah atau mengatasi perdarahan pada   penderita hemofilia A ( defisienxi faktor VIII) yang sifatnya herediter  dan pada penderita yang darahnya mengandung inhibitor factor VII

·         Efek samping
Cryoprecipitated antihemofilik factor mengandung fibrinogen dan protein plasma lain dalam  jumlah yng lebih banyak dari sediaaan konsentrat faktor IIIV, sehingga kemungkinan terjadi reaksi hipersensitivitas lebih besar  pula. Efek samping lain yang dapat timbul pada penggunaan kedua jenis sediaan ini adalah hepatitis  virus, anemi hemolitik,hiperfibrinogenemia,menggigil dan demam.
·         Cara pemakaian
Kadar faktor hemofilik 20-30% dari normal yang diberikan IV biasanya
digunakan untuk mengatasi perdarahan pada penderita hemofilia.
Biasanya hemostatik dicapai dengan dosis tunggal 15-20 unit/kg BB.
Untuk perdarahan ringan pada otot dan jaringan lunak, diberikan dosis
tunggal 10 unit/kg BB. Pada penderita hemofilia sebelum operasi diperlukan     kadar anti hemofilik sekurang – kurangnya 50% dari
normal, dan pasca bedah diperlukan kadar 20-25 % dari normal untuk
7-10 hari.
2.       kompleks Faktor X
·         Indikasi
Sediaan ini mengandung faktor II, VII, IX,X serta sejumlah kecil protein plasma lain dan digunakan untuk pengobatan hemofilia B, atau bila
diperlukan faktor-faktor yang terdapat dalam sediaan tersebut untuk
mencegah perdarahan. Akan tetapi karena ada kemungkinan timbulnya
hepatitis preparat ini sebaiknya tidak diberikan pada pendrita nonhemofilia.


·         Efek samping
trombosis,demam, menggigil, sakit kepala, flushing, dan reaksi hipersensivitas  berat (shok anafilaksis).
·         Dosis
Kebutuhan tergantung dari keadaan penderita. Perlu dilakukan pemeriksaan pembekuan sebelum dan selama pengobatan sebagai petunjuk untuk menentukan dosis. 1 unit/KgBB meningkatkan aktivitas factor IX sebanyak 1,5%, selama fase penyembuhan setelah operasi diperlukan kadar factor IX 25-30% dari normal
3.       V itamin K
·         Mekanisme kerja :
Pada orang normal vitamin K tidak mempunyai aktivitas farmakodinamik, tetapi pada penderita defisiensi vitamin K, vitamin ini berguna untuk meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yang berlangsung di hati. Sebagai hemostatik, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat menimbulkan efek, sebab vitamin K harus merangsang pembentukan faktor- faktor pembekuan darah lebih dahulu.
·         Indikasi :
Digunakan untuk mencegah atau mengatasi perdarahan akibat defisiensi vitamin K.
·         Efek samping :
Pemberian filokuinon secara intravena yang terlalu cepat dapt menyebabkan kemerahan pada muka, berkeringat, bronkospasme, sianosis, sakit pada dada dan kadang menyababkan kematian.
·         Perhatian :
Defisiensi vit. K dapat terjadi akibat gangguan absorbsi vit.K, berkurangnya bakteri yang mensintesis Vit. K pada usus dan pemakaian antikoagulan tertentu. Pada bayi baru lahir hipoprotrombinemia dapat terjadi terutama karena belum adanya bakteri yg mensintesis vit. K
Sediaan :
Tablet 5 mg vit. K (Kaywan)
Dosis :
1-3 x sehariuntuk ibu menyusui untuk mencegah pendarahan pada bayinya
3-4 x sehari untuk pengobatan hipoprotrombinemia

4.      Asam aminokaproat
Mekanisme kerja :
Asam aminokaproat merupakan penghambat bersaing dari activator plasminogen  dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen/ fibrin dan faktor pembekuan  darah lain. Oleh karena itu asam amikaproat dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisisyang berlebihan.
Indikasi :
§  Pemberian asam aminokaproat, karena dapat menyebabkan pembentukan thrombus yang mungkin bersifat fatal hanya
digunakan untuk mengatasi perdarahan fibrinolisis berlebihan
§  Asam aminokaprot digunakan untuk mengatasi hematuria yang berasal dari kandung kemih.
§  Asam aminokaproat dilaporkan bermanfaat untuk pasien homofilia sebelum dan sesudah ekstraksi gigi dan perdarahan lain karena troma didalam
mulut.
§  Asam aminokaproat juga dapat digunakan sebagai antidotum untuk melawan efek trombolitik streptokinase dan urokinase yang merupakan activator plasminogen.
Cara pemakaian :
Dapat diberikan secara peroral dan IV
Efek samping
Asam aminokaproat dapat menyebabkan prutius,eriterna konjungtiva, dan hidung tersumbat. Efk samping yang paling berbahaya ialah trombosis umum, karena itu penderita yang mendapat obat ini harus diperiksa mekanisme hemostatik.



5.      Asam traneksamat
       Mekanisme Kerja :
Ø  Sebagai anti plasmin, bekerja menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin
Ø  Sebagai hemostatik, bekerja mencegah degradasi fibrin, meningkatkan agregasi platelet
Ø  memperbaiki kerapuhan vaskular dan meningkatkan aktivitas factor koagulasi.
Indikasi
§  Hipermenorrhea
§  Pendarahan pada kehamilan dan pada pemasangan AKDR
§  Mengurangi pendarahan selama dan setelah operasi 
Perhatian
Bila diberikan IV dianjurkan untuk menyuntikkan perlahan-lahan (10 ml / 1-2 menit)
Efek Samping
§  Gangguan gastrointestinal : mual, muntah, sakit kepala, anoreksia
§  Gangguan penglihatan, gejala menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian pengobatan
Sediaan  : Kapsul 250 mg, 500 mg
                   Injeksi 5 ml/250 mg dan 5 ml/500 mg

6.      Karbazokrom Na Sulfonat (ADONA)
Mekanisme Kerja :
o   Menghambat peningkatan permeabilizas kapiler
o   Meningkatkan resistensi kapiler
Indikasi
o   Pendarahan disebabkan menurunnya resistensi kapiler dan meningkatnya permeabilizas kapiler
o   Pendarahan abnormal selama/pasca operasi akibat penurunan resistensi kapiler
o   Pendarahan otak
Sediaan  : Tablet 10 mg/ Forte 30 mg
                         Injeksi 2 ml/10 mg dan 5 ml/25 mg

D.      Obat syok
·         Definisi
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.
·         Penyebab Syok
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:
a.       Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b.      Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.
c.       Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.
Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan (c) Gangguan irama jantung.
b.      Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; dan (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
c.       Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a) Tamponade jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.
d.      Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok neurogenik; (b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e) Syok septik; serta (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.
Tanda dan Gejala Syok
Sistem Kardiovaskuler 
§  Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. 
§  Nadi cepat dan halus. 
§  Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah. 
§  Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik. 
§  CVP rendah.
Sistem Respirasi 
-          Pernapasan cepat dan dangkal.
Sistem saraf pusat 
-          Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
Sistem Saluran Cerna 
-          Bisa terjadi mual dan muntah.
Sistem Saluran Kencing 
-          Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5--1 ml/kg/jam).
Penanggulangan Syok
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok:
Posisi Tubuh
1.      Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2.      Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
3.      Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4.      Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5.      Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.
6.      Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
Pertahankan Respirasi
1.      Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2.      Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
3.      Berikan oksigen 6 liter/menit
4.      Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
Cari dan Atasi Penyebab 
Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

Penanggulangan
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: 
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. 
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan. 
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Penanggulangan
Bila mungkin pasang CVP.
Dopamin 10--20 µg/kg/menit, meningkatkan kekuatan, dan kecepatan kontraksi jantung serta meningkatkan aliran darah ginjal.
Syok Neurogenik
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Penderita merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah penderita dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
Penanggulangan
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.
Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.


Penanggulangan 
§  Optimalisasi volume intravaskuler 
§  Pemberian antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor
Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Penanggulangan
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1.      Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2.      Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A.    Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
B.     Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C.     Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
3.      Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.
4.      Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5.      Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
6.      Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
7.      Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8.      Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
·         Pencegahan Syok Anafilaktik
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain:
1.      Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2.      Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3.      Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1--3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
4.      Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.
·         Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
·         Pemberian Cairan
Ø  Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
Ø  Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
Ø  Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
Ø  Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
Ø  Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3--4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
Ø  Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.
Ø  Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.
E.     Anti Hipertensi
A.    Definisi
a.       Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah di atas 140/90mmHg (WHO).
b.      Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg (Kee & Hayes)
c.       Tekanan Darah (TD) didistribusikan terus menerus, tidak ada definisi absolut untuk hipertensi (Davey)
d.      Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah normal.
e.       Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek tersebut terjadi dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi TD.

B.     Patofisiologi
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perjalanan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala, sifatnya nonspesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Kalau hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, maka akan mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokard, stroke atau payah ginjal. Mekanisme bagaimana hipertensi dapat mengakibatkan kelumpuhan atau kematian berkaitan langsung dengan pengaruh pada jantung dan pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri; akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner . bila proses aterosklerosis berlanjut maka suplai oksigen miokar berkurang. Kebutuhan miokardium akan meningkat akibat hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, akhirnya menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar separuh kematian karena hipertensi adalah akibat infark miokard atau payah jantung.

C.    Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya
1.Hipertensi Esensial/ Primer
Usia, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90%.

2.      Hipertensi Sekunder
Kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit adrenal. Sekitar 10%.

D.    Pengobatan Farmakologis
1.        Diuretik
Bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air.

2.            Antagonis Reseptor- Beta
Bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.

3.          Antagonis Reseptor-Alfa
Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.

4.         Kalsium Antagonis
Menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume sekuncup dan resistensi perifer.

5.         ACE inhibitor
Berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran netrium melalui  urine sehingga volume plasma dan curah jantung menurun.

6.            Vasodilator

E.     Klasifikasi OAH (obat anti hipertensi) didasarkan pada tempat regulasi utama atau titik tangkap kerjanya
1. DIURETIK
1. Furosemide
§  Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
§  Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
§  Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke dalam intersitium pada ascending limb of henle.
§  Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
§  Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
§  Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
§  Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
§  Dosis :       Dewasa 40 mg/hr
Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
2.      HCT (Hydrochlorothiaside)
·         Sediaan obat : Tablet
·         Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun.
·         Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal.
·         Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi.
·         Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi pada kehamilan.
·         Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam

2. ANTAGONIS RESEPTOR BETA
1. Asebutol (Beta bloker)
·         Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
·         Sediaan obat : tablet, kapsul.
·         Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas renin, menurunka outflow simpatetik perifer.
·         Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
·         Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus, bradikardia, depresi.
·         Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
·         Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium
·         Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).

2.      Atenolol (Beta bloker)
·         Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
·         Sediaan obat : Tablet
·         Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
·         Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
·         Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
·         Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit kemerahan, impotensi.
·         Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
·         Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr

3.      Metoprolol (Beta bloker)
·         Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
·         Sediaan obat : Tablet
·         Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal.
·         Farmakokinetik : diabsorbsi dengan  baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
·         Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
·         Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris
·         Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
·         Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
·         Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
·         Dosis : 50 – 100 mg/kg

4.      Propranolol (Beta bloker)
·         Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
·         Sediaan obat : Tablet
·         Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
·         Farmakokinetik : diabsorbsi dengan  baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
·         Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
·         Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
·         Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui.
·         Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis, depresi.
·         Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya.
·         Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.

3.       ANTAGONIS RESEPTOR ALFA
Klonidin (alfa antagonis)
·         Nama paten : Catapres, dixarit
·         Sediaan obat : Tablet, injeksi.
·         Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP.
·         Indikasi : hipertensi, migren
·         Kontraindikasi : wanita hamil, penderita yang tidak patuh.
·         Efek samping : mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi.
·         Interaksi obat : meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik, alcohol. Betabloker meningkatkan efek antihipertensinya.
·         Dosis : 150 – 300 mg/hr.

4. ANTAGONIS KALSIUM
1. Diltiazem (kalsium antagonis)
·         Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
·         Sediaan obat : Tablet, kapsul
·         Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui slow cannel calcium.
·         Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
·         Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
·         Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
·         Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker. Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin. Simotidin meningkatkan efeknya.
·         Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan

2.    Nifedipin (antagonis kalsium)
·         Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard, Vasdalat.
·         Sediaan obat : Tablet, kaplet
·         Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vaskuler perifer, menurunkan spasme arteri coroner.
·         Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal jantung refrakter.
·         Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan menyusui.
·         Efek samping : sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki.
·         Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat atau eksaserbasi angina. Meningkatkan digitalis dalam darah. Meningkatkan waktu protombin bila diberikan bersama antikoagulan. Simetidin meningkatkan kadarnya dalam plasma.
·         Dosis : 3 x 10 mg/hr

3.      Verapamil (Antagonis kalsium)
·         Nama paten : Isoptil
·         Sediaan obat : Tablet, injeksi
·         Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan menurunkan resistensi perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
·         Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren.
·         Kontraindikasi : gangguan ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi, blok jantung tingkat II dan III, hipersensivitas.
·         Efek samping : konstipasi, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu, dipsnea, bradikardia, kulit kemerahan.
·         Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker bias menimbulkan efek negative pada denyut, kondiksi dan kontraktilitas jantung. Meningkatkan kadar digoksin dalam darah. Pemberian bersama antihipertensi lain menimbulkan efek hipotensi berat. Meningkatkan kadar karbamazepin, litium, siklosporin. Rifampin menurunkan efektivitasnya. Perbaikan kontraklitas jantung bila diberi bersama flekaind dan penurunan tekanan darah yang berate bila diberi bersama kuinidin. Fenobarbital nemingkatkan kebersihan obat ini.
·         Dosis : 3 x 80 mg/hr

5. ACE INHIBITOR (penghambat enzim konversi angiotensin)
1. Kaptopril
·         Nama paten : Capoten
·         Sediaan obat : Tablet
·         Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan aldosterone.
·         Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
·         Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan riwayat angioedema dan wanita menyusui.
·         Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia, pandangan kabur, myalgia.
·         Interaksi obat :  hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini. Meningkatkan toksisitas litium.
·         Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.

2. Lisinopril
·         Nama paten : Zestril
·         Sediaan obat : Tablet
·         Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
·         Indikasi : hipertensi
·         Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil, hipersensivitas.
·         Efek samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia, pusing.
·         Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretic. Indomitasin meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila diberikan bersama.
·         Dosis : awal 10 mg/hr

3.Ramipril
·         Nama paten : Triatec
·         Sediaan obat : Tablet
·         Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
·         Indikasi : hipertensi
·         Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas. Hati – hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
·         Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung, susah tidur.
·         Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
·         Dosis : awal 2,5 mg/hr

6. VASODILATOR
1. Hidralazin
·         Nama paten : Aproseline
·         Sediaan obat : Tablet
·         Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer menurun, meningkatkan denyut jantung.
·         Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
·         Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
·         Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka merah, kulit kemerahan.
·         Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
·         Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 – 3 dosis.

G.    Anti Hipotensi

Ø  Definisi hipotensi
Tekanan darah rendah atau hipotensi terjadi bila tekanan darah lebih rendah dari biasanya, yang berarti jantung, otak dan bagian tubuh lain tidak mendapatkan cukup darah.
Biasanya, seseorang disebut menderita hipotensi bila tekanan darahnya di bawah 90/60 mmHg . Namun hal itu tidak berlaku bagi setiap orang. Ada orang yang tekanan darah normalnya selalu rendah dan tidak merasakan gangguan. Sementara, ada orang yang bertekanan darah di atas angka tersebut dan mengalami masalah hipotensi. Faktor yang paling penting adalah adanya perubahan tekanan darah dari kondisi normal. Tekanan darah normal manusia berada pada kisaran 90/60 sampai  130/80 mm Hg, namun penurunan yang signifikan, bahkan hanya 20 mm Hg, dapat menyebabkan masalah bagi sebagian orang.
Ø  Jenis-Jenis Hipotensi
Ada tiga jenis utama hipotensi:
§  Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik disebabkan oleh perubahan tiba-tiba posisi tubuh, biasanya ketika beralih dari berbaring ke berdiri, dan biasanya hanya berlangsung beberapa detik atau menit. Hipotensi jenis ini juga dapat terjadi setelah makan dan sering diderita oleh orang tua, orang dengan tekanan darah tinggi dan orang dengan penyakit Parkinson.
§  Hipotensi Dimediasi Neural (NMH dalam singkatan bahasa Inggris). NMH paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan anak-anak dan terjadi ketika seseorang telah berdiri untuk waktu yang lama.
§  Hipotensi akut akibat kehilangan darah tiba-tiba (syok)

Ø  Gejala Hipotensi

Gejala tekanan darah rendah antara lain:
·         Penglihatan kabur
·         Kebingungan
·         Pingsan
·         Pusing
·         Kantuk
·         Lemas

Ø  Penyebab hipotensi
Penyebab hipotensi  bervariasi antara lain karena:
  • Dehidrasi.
  • Efek samping obat  seperti alkohol, anxiolytic, beberapa antidepresan, diuretik, obat-obatan untuk tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner, analgesik.
  • Masalah jantung seperti perubahan irama jantung (aritmia), serangan jantung, gagal jantung.
  • Kejutan emosional, misalnya syok yang disebabkan oleh infeksi yang parah, stroke, anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam nyawa dan trauma hebat.
  • Perdarahan, dll.  Anda sangat disarankan berkonsultasi dengan dokter atau spesialis jika sering pingsan atau hipotensi mengganggu kualitas hidup Anda.
  • Diabetes tingkat lanjut
Ø  Pengobatan
·         Hipotensi pada orang sehat yang tidak menimbulkan masalah biasanya tidak memerlukan perawatan.
·         Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala tekanan darah rendah, Anda mungkin memerlukan pengobatan, yang tergantung pada penyebabnya.
·         Jika hipotensi ortostatik disebabkan oleh obat-obatan, dokter Anda dapat mengubah dosis atau memberikan obat yang berbeda. Jangan berhenti minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter. Pengobatan lain untuk hipotensi ortostatik termasuk penambahan cairan untuk mengobati dehidrasi atau memakai selang elastis untuk meningkatkan tekanan darah di bagian bawah tubuh.
·         Mereka yang menderita hipotensi jenis NMH harus menghindari pemicu, seperti berdiri untuk waktu yang lama. Pengobatan lain melibatkan banyak minum cairan dan meningkatkan jumlah garam dalam makanan. (Pengobatan ini harus atas rekomendasi dokter  karena terlalu banyak garam juga dapat berbahaya bagi kesehatan).
·         Hipotensi akut yang disebabkan oleh syok adalah kedaruratan medis. Anda mungkin akan diberi transfusi darah intravena, obat-obatan untuk meningkatkan tekanan darah dan kekuatan jantung, serta obat lainnya seperti antibiotik.
v  Beberapa Tips bagi Penderita Hipotensi
  • Banyak wanita penderita hipotensi yang memiliki tingkat zat besi sangat rendah karena menstruasi yang sangat banyak. Mintalah nasihat spesialis bila membutuhkan suplemen penambah darah.
  • Terjatuh sangat berbahaya bagi orang tua karena dapat membuat cedera  patah tulang dan komplikasi lainnya. Selalu dampingi orang tua Anda yang menderita hipotensi berat.
  • Bila Anda merasakan gejala penurunan tekanan darah, Anda harus segera duduk atau berbaring  dan mengangkat kaki Anda di atas ketinggian jantung.
·         Jika tekanan darah rendah menyebabkan seseorang pingsan, segeralah cari perawatan medis. Jika orang tersebut tidak bernafas, segeralah lakukan pertolongan bantuan pernafasan.

G.    Anti Migraine
Migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, mata terasa silau, terjadi perubahan dalam penglihatan, termasuk penglihatan kabur atau timbul titik buta dimana anda tidak dapat melihat pada satu titik tertentu.
Menjadi terganggu dengan cahaya (pencahayaan), kebisingan atau bau. Migren diklasifikasikan menjadi; migren dengan aura, migren tanpa aura, migren oftalmoplegik, migren retinal, migren yang berhubungan dengan gangguan intracranial, migren dengan komplikasi, dan gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan.Namun yang sering terjadi di masyarakat adalah migraine tanpa aura.
Migrain ini dapat terjadi pada beberapa usia, juga dapat terjadi pada wanita maupun laki-laki. Namun menurut penelitian, migrain ini lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Migren dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelahusia 50 tahun.
Migrain ini dapat terjadi karena perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada fase luteal siklus menstruasi, faktor makanan (anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (keju, coklat), serta zat tambahan pada makanan., faktor fisik seperti lahraga berat,kelelahan, stress,alcohol,merokok dan rangsang sensorik seperti (seperti cahaya yang silau, bau menyengat).
Lalu bagaimana cara pengobatan dan pencegahan migraine? Penatalaksaan migrain secara garis besar dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko, terapi farmakologi dan non farmakologi dan terapi preventif yang disarankan untuk penderita yang tidak mengalami perbaikan dengan obat-obatan serangan akut. Terdapat dua golongan obat analgetik yang umum digunakan dalam pengobatan migraine yaitu Acetaminophen (Paracetamol) dan NSAID atau Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs. Obat NSAID dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu aspirin dan non-aspirin. Yang termasuk ke dalam golongan NSAID non-aspirin antara lain ibuprofen dan naproxen. Beberapa jenis dari obat NSAID ini dapat diperoleh dengan menggunakan resep dokter. Jika dengan pengobatan ini tidak juga mereda maka dokter akan meresepkan obat golongan lainnya, yergantung dari jenis migrainnya. Oleh karena itu untuk para penderita migraine sebaiknya berkonsultasi dengan dokter dalam pengobatannya, karena efek dan dosis masing-masing obat berbeda-beda.
ada prinsipnya yang terpenting dalam pencegahan migraine adalah dengan mengubah pola hidup yang berisiko mencetuskan migraine Hal ini termasuk menghentikan kebiasaan merokok, menghindari makanan yang banyak mengandung tiramin (bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur, bir, sosis, dan acar) dapat mencetuskan terjadinya migren. Penyedap masakan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant syndrome. Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu yang lama. Oleh karena itu sebaiknya hindari jenis makanan tersebut. Selain itu juga perlu menghindari makanan yang mengandung nitrat tinggi seperti kacang kacangan, juga kafein dalam jumlah banyak. Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman ringan, teh, cokelat, dan kopi.
Selain menghindari makanan pencetus migraine kita juga harus menjaga pola hidup yang sehat, dengan makan- makanan bergizi,banyak minum air putih, jangan menunda makan dan hindari puasa yang lama dan olah raga teratur. Olah raga dapat memperbaiki kualitas tidur dan menurunkan frekuensi migren. Lakukan peningkatan olah raga secara bertahap. Olah raga yang terlalu keras sehingga tubuh kelelahan justru akan memicu terjadinya sakit kepala migren. Kurangi stress dengan teknik relaksasi. Semoga informasi ini bermanfaat.
G.    Deuritika
Ø  Definisi
Diuretika adalah zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih/kencing (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal.Golongan diuretika untuk pengobatan hipertensi merupakan pilihan utama untuk pengelolaan tekanan darah tinggi.
Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunakn volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Beberapa diuretik juga bekerja dengan mennurunkan resistensi perifer sehingga memperkuat efek hipotensinya.
Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lain yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini seperti zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume darah (dekstran) atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alkohol).
Ø  PROSES DIURESIS
Dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler), yang terletak di bagian luar ginjal (cortex), yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam-garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari penyaringan dan berisi banyak air serta elektrolit akan ditampung dalam wadah (kapsul Bowman) dan disalurkan ke pipa kecil. Disini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh (glukosa, ion-Na+ dll). Zat ini dikembalikan ke darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sedang ”ampas” yang tersisa dirombak melalui metabolisme protein (ureum) untuk sebagian diserap kembali. Akhirnnya, filtrat dari semua tubuli ditampung di ductus colligens (penampung) yang disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
Ultrafiltrat yang dihasilkan perhari sekitar 180 liter (dewasa) yang dipekatkan sampai hanya tersisa lebih kurang 1 liter air kemih. Sisanya, lebih dari 99% direabsorpsi dan dikembalikan pada darah. Dengan demikian, suatu obat yang cuma sedikit mengurangi reabsorpsi tubulerm misalnya dengan 1%, mampu melipatgandakan volume kemih (menjadi ca 2,6 liter).


Ø  MEKANISME KERJA DIURETIKA
Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:
1.      Tubuli proksimal.
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secera aktif untuk70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi belangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhap plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan natrium.
2.      Lengkungan Henle.
Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl-begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+ diperbanyak.
3.      Tubuli distal.
Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebi cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan mengekskresi Na+ dan retensi K+.
4.      Saluran Pengumpul.
Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.

Ø  PENGGOLONGAN DIURETIKA

1.      Diuretika Lengkungan.
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan.
2.      Derivat Thiazida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak bertambah. Contoh obatnya adalah hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide.
3.      Diuretika Penghemat Kalium.
Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya untuk menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya adalah spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agal lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal.


4.      Diuretika Osomosis.
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Conto obatnya adalah Mannitol dan Sorbitol.Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaukoma. Contoh obat patennya adalah Manitol.
5.      Perintang Karbonanhidrase.
Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara berselang-seling.Asetozolamid diturunkan r sulfanilamid. Efek diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+

Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi, bat ‘penyakit ketinggian’. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox.
Ø  Penggunaan Diuretika,
Digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.

1.      Hipertensi
Guna mengurangi darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun. Derivat thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretika lengkungan pada jangka panjang ternyata lebih ringan efek antihipertensifnya. Mekanisme kerjanya berdasarkan penurunan daya-tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretis. Thiazida memperkuat efek obat-obat hipertensi beta blocker dan ACE inhibitor, sehingga sering dikombinasikan dengannya
2.      Gagal jantung (decompensatio cordis)
Cirinya adalah peredaran tak sempurna dan terdapat cairan berlebihan di jaringan, sehingga air tertimbun dan terjadi udema, misalnnya pada paru-paru. Begitu pula pada sindro nefrotis yang bercirikan udema tersebar akibat proteinuria hebat karena permeabilitas dipertinggi dari membran glomeruli. Pada busung perut dengan air tertumpuk di rongga perut akibat cirrosis hati. Untuk indikasi ini terutama digunakan diuretika lengkungan, dalam keadaan parah akut secara intravena. Thiazida dapat memperbaiki efeknya pada pasien dengan insufiensi ginjal. Thiazid juga digunakan dalam situasi di mana diuresis pesat bisa mengakibatkan kesulitan, seperti pada hipermetrofi prostat.

Ø  Efek Samping
1.      Hipokaliemia,
Yaitu kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan tempat kerja di bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K+dan H+ karena ditukarkan dengan ion Na+. Akibatnya adalah kadar kalum plasma dapat turun di bawah 3,5 mml/liter. Keadaan ini terutama terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida atau bumetamida, mungkin bersama thiazida. Gejalanya berupa kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang aritmia jantung. Pasien jantung dengan gangguan ritme atau yang diobati dengan digitalis harus dimonitor dengan seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin.
2.      Hiperurikemi
Akibat retensi asam urat dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali amirolida. Diduga disebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai tranpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tinggi untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka.
3.      Hiperglikemia
Dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi, akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida dan efek antidiabetika oral diperlemah olehnya.
4.      Hiperlipidemia
Ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total dan trigliserida. Pengecualian adalah indapamida yang praktis tdk meningkatnya kadar lipid tersebut.
5.      Hiponatriema.
Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan, kadar Na plasma dapat menurun keras dengan akibat hiponatriema. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus letargi, dan kolaps.
6.      Lain-lain
Gangguan lambung-usus, rasa letih, nyeri kepala, pusing, dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetemida dalam dosis tinggi.
Ø  INTERAKSI
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak dikehendaki, seperti:
·          Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
·          Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan antihipertensif akibat retensi natrium dan airnya.
·          Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.
·          Aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversibel).
·          Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.
·          Litiumklorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
·           
1.      Golongan tiazid
Golongan ini bekerja dengan menghambat simporter Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga meningkatkan eksresi Na­+ dan Cl-. Prototipe golongan ini adalah hidroklorotiazid (HCT). Selain itu juga terdapat bendroflumetazid, indapamid dll dengan waktu paruh yang berbeda-beda. HCT sendiri memiliki waktu paruh 10-12 jam. Sampai saat ini tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi. Umumnya efek hipotensi tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Efek samping dari tiazid antara lain hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia, hiperkalsemia dan hiperurisemia. Tiazid juga dapat menyebabkan hiperlipidemia, hiperglikemia dan kurang efektif pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

2.      Diuretik kuat/loop diuretic
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle pars asendens dengan menghambat kotransporter Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Diuretik kuat digunakan sebagai antihipertensi terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >2.5 mg/dL) atau gagal jantung. Termasuk dalam golongan diuretik kuat adalah furosemid, bumetanid, torasemid dan asam etakrinat. Efek sampingnya antara lain hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia dan hiperkalsiuria.

3.      Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium digunakan terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemia. Termasuk dalam golongan ini adalah amilorid, triamteren, dan spironolakton (antagonis aldosteron). Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila diberikan pada pasien dengan gagal ginjal atau bila dikombinasi dengan ACE-inhibitor, ARB, β-blocker, AINS atau suplemen kalium
v  Penghambat adrenoreseptor beta (β-blocker)
β-blocker bekerja dengan menghambat reseptor  β1 sehingga menumbulkan penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard, menghambat sekresi renin, mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin (vasodilator). Efek penurunan tekanan darah dapat terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai. Dari berbagai β-blocker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih (bersifat kardioselektif). Selain itu terdapat juga labetolol, karvedilol dll yang umumnya nonselektif. Β-blocker dikontraindikasikan pada penderita asma bronkial, bradikardia, blokade AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome dan gagal jantung belum stabil. Efek samping β-blocker antara lain bronkopasme, gangguan sirkulasi perifer, depresi, mimpi buruk, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.
v  ACE-inhibitor
ACE-inbitor merupakan obat yang bekerja dengan menghambat enzim angiotensin converting enzyme (ACE) yang dalam keadaan normal bertugas mengaktifkan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 yang berperan dalam sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, di mana aldosteron berfungsi mengkonservasi air dalam tubuh. Selain itu ACE-inhibitor juga menghambat degradasi bradikinin, sehingga bradikinin dapat bekerja meningkatkan sintesis EDRF/NO dan prostasiklin yang merupakan vasodilator. ACE-inhibitor juga diduga menghambat pembentukan angiotensin II secara lokal di endotel pembuluh darah.
Secara umum ACE-inhibitor dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu 1) yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril Dan 2) prodrug, contohnya enalapril, kuinapril dan perindopril.  ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan hingga berat, hipertensi dengan gagal jantung kongestif, hipertensi pada diabetes, dislipidemia, obesitas, hipertensi dengan penyakit jantung koroner, hipertrofik ventrikel kiri dll. Untuk memperkuat efeknya ACE-inhibitor sering dikombinasikan dengan diuretik, β-blocker atau vasodilator. ACE-inhibitor dikontraindikasikan pada stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal serta pada ibu hamil. Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rash kulit, edema angioneurotik, gagal ginjal akut,  dan proteinuria.
v  Penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker/ARB)
ARB bekerja dengan menghambat efek angiotensin II pada reseptor AT1 (yang terutama terdapat di otot polos pembuluh darah dan otot jantung, selain itu terdapat juga di ginjal, otak, dan kelenjar adrenal). Efek yang dihambat meliputi: vasokonstriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, sekresi vasopresin, rangsangan haus, stimulasi jantung, serta efek jangka panjang berupa hipertrofik otot polos pembuluh darah dan miokard. Efek yang ditimbulkan ARB mirip dengan efek yang ditimbulkan ACE-inhibitor, namun ARB tidak memiliki efek samping batuk kering dan angioedema. Losartan merupakan prototip dari golongan ARB, selain itu ada juga valsartan, irbesartan, dll. Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi dan hiperkalemia. Obat ini dikontraindikasikan pada ibu hamil dan menyusui serta pada pasien dengan stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal.
v  Antagonis kalsium/calcium channel blocker
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard, menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan resistensi perifer. Berbagai antagonis kalsium antara lain nifedipin, verapamil, diltiazem, amlodipin, nikardipin, isradipin, dan felodipin. Golongan dihidropiridin (seperti nifedipin, nikardipin, dll) bersifat vaskuloselektif , menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti (efek pada nodus SA dan AV minimal). Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk mengatasi hipertensi darurat (dosis 10mg akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit), namun tidak dianjurkan untuk hiperensi dengan penyakit jantung koroner. Efek samping antagonis kalsium antara lain iskemia miokard, hipotensi, edema perifer, bradiaritmia, dll.
v  Penghambat saraf adrenergic
Penghambat saraf adrenergik meliputi reserpin, guanetidin dan guanadrel. Reserpin bekerja dengan menghambat uptake dan memecah katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) di ujung vesikel. Efek yang ditimbulkan adalah penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Efek samping reserpin antara lain depresi mental, penurunan ambang kejang, bradikardia, hipotensi ortostatik, dan hiperasiditas lambung yang dapat mengeksaserbasi ulkus lambung dll. Sedangkan guanetidin dan guanadrel bekerja dengan menggeser norepinefrin dari vesikel dan mendegradasinya, sehingga menurunkan tekanan darah melalui penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Efek samping guanetidin antara lain hipotensi ortostatik dan diare.
v  Penghambat adrenoreseptor alpha (α-blocker)
Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer.  Termasuk ke dalam golongan ini adalah prazosin, terazosin, bunazosin, dan doksazosin. α-blocker memiliki keunggulan yaitu efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi perifer. Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi ortostatik, sakit kepala, palpitasi, edema perifer, mual dll.
v  Adrenolitik sentral (metildopa dan klonidin)
Metildopa merupakan prodrug dalam susunan saraf pusat yang menggantikan kedudukan dopa dalam sintesis katekolamin dengan hasil akhir α-metilnorepinefrin. Efek yang ditimbulkan antara lain mengurangi sinyal simpatis ke perifer sehingga menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Obat ini efektif bila dikombinasikan dengan diuretik, dan merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada ibu hamil karena terbukti aman bagi janin. Efek samping yang sering adalah sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering, sakit kepala, depresi, dll.
Klonidin bekerja pada reseptor α-2 di susunan saraf pusat dengan efek penurunan simpathetic outflow dan menurunkan resistensi perifer dan curah jantung. Obat ini digunakan sebagai obat kedua atau ketiga jika penurunan tekanan darah dengan diuretik belum optimal. Efek samping yang sering timbul antara lain mulut kering, sedasi, dll.

v  Vasodilator (hidralazin, minoksidil, diazoksid)
Hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol melalui mekanisme yang belum diketahui. Obat ini biasanya digunakan sebagai obat kedua atau ketiga setelah diuretik dan β-blocker. Efek samping yang timbul antara lain sakit kepala, mual, hipotensi, takikardia, dll. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien penyakit jantung koroner dan tidak dianjurkan pada pasien usia di atas 40 tahun.
Minoksidil bekerja dengan membuka kanal kalium ATP-dependent dengan akibat terjadinya efluks kalium dan hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi. Efek samping yang timbul antara lain retensi cairan dan garam, refleks simpatis, hipertrikosis, hiperglikemia dll. Minoksidil harus diberikan bersama dengan diuretik dan penghambat adrenergik (biasanya  β-blocker) untuk mencegah retensi cairan dan mengontrol refleks simpatis.
Diazoksid merupakan derivat benzotiazid namun tidak memiliki efek diuresis. Obat ini bekerja dengan mekanisme mirip minoksidil. Diazoksid diberikan untuk mengatasi hipertensi darurat, hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati, dan hipertensi berat pada glomerulus akut dan kronik. Efek samping yang ditimbulkan atntara lain retensi cairan dan hiperglikemia.

BAB III
PENUTUP


3.1    Kesimpulan
        
          Jadi, Bermacam-macam penyakit memerlukan obat yang berbeda-beda, begitu pila dengan obatnya selain mempunyai fungsi masing-masing obat  juga mempunyai efek sampingnya masing-masing, dan sebagai perawat kita semua harus bisa memahami tentang obat




3.2   .Kritik dan Saran
    
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang  bersifat membangun kepada semua pembaca.
Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakan lah obat tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita , jangan menggunakan obat kurang atau melebihi batasnya














DAFTAR PUSTAKA

1.      Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC
2.      Tambayong, Jan, 2001, Farmakologi Untuk Keperawatan, Jakarta, Widya Medika
3.      http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/04/obat-kardiovaskuler.html





Tidak ada komentar:

Posting Komentar