BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Obat yang ada saat ini masih jauh dari ideal. Tidak ada obat yang memenuhi
semua kriteria obat ideal, tidak ada obat yang aman, semua obat menimbulkan
efek samping, respon terhadap obat sulit diprediksi dan mungkin berubah sesuai
dengan hasil interaksi obat, dan banyak obat yang mahal, tidak stabil, dan
sulit diberikan. Karena banyak obat tidak ideal, semua anggota tim kesehatan
harus berlatih “care” untuk meningkatkan efek terapeutik dan meminimalkan
kemungkinan bahaya yang ditimbulkan obat.
Sebagai salah satu dari tim medis perawat seyogyanya telah paham betul akan
pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal dengan tujuan
minimal. Dan berikut ini adalah peran perawat dalam pengobatan :
·
Mengkaji kondisi pasien
·
Sebagai pemberi layanan askep, dalam pemberian obat.
·
Mengobservasi kerja obat dan efek samping obat.
·
Memberikan pendidikan kesehatan tentang indikasi obat dan cara
penggunaannya.
·
Sebagai advokat atau melindungi klien dari pengobatan yang tidak tepat.
1.2 TUJUAN PENULISAN
1.2.1
Menyelesaikan tugas Farmakologi
1.2.2
Mengetahui pengertian tentang obat
jantung/kardiovaskuler
1.2.3
Mengetahui penggolongan obat jantung
1.2.4
Mengetahui Farmakokinetika pada obat
jantung
1.2.5
Mengetahui Farmakodinamika pada obat
jantung
1.2.6
Mengetahui indikasi dari obat jantung
1.3
Rumusan Masalah
1.3.1 Apakah
yang dimaksud dengan obat jantung/kardiovaskuler?
1.3.2 Apa
saja penggolongan obat jantung?
1.3.3 Bagaimana
farmakokinetika obat jantung tersebut?
1.3.4 Bagaimana
farmakodinamika obat jantung tersebut?
1.3.5 Apa
saja indikasi dari obat jantung?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
obat kardiovaskuler
Obat
Sistem kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi
& memperbaiki sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah )
secara langsung ataupun tidak langsung. Jantung
dan pembuluh darah merupakan organ tubuh yang mengatur peredaran darah
sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat terangkut
dengan baik. Jantung sebagai organ
pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur darah ke jaringan.
Pembuluh darah dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan
parasimpatis. Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan
pada sistem kardiovaskuler.
2.2
Pembagian obat kardiovaskuler
A.
anti anemia
B.
anti pembekuan
darah (koagulansia)
C.
anti pendarahan
(hemostatis)
D.
obat syok
E.
anti hipertensi
F.
anti hipotensi
G.
anti migrain
H.
deuritika
2.3
Pengertian
pembagian obat kardiovaskuler
A. Anti anemia (hematinik)
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin plasma lebih rendah dari
normal akibat penurunan jumlah sel darah merah yang beredar atau total
hemoglobin yang abnormal lebih rendah per unit volume darah. Anemia dapat
disebabkan oleh kehilangan darah kronik, kelainan sum – sum tulang, peningkatan
hemolisis, infeksi, keganasan, defisiensi endokrin, dan sejumlah keadaan
penyakit lain. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan transfusi darah utuh.
Sejumlah obat dapat menyebabkan efek toksik pada sel – sel darah, produksi
hemoglobin atau alat – alat pembuat sel darah merah yang dapat menyebabkan
anemia. Selain itu, anemia nutrisional yang disebabkan oleh defisiensi
substansi makanan (misalnya besi, asam folat, vitamin B12 (sianokobalamin)
diperlukan untuk eritropoiesis normal. Dengan demikian obat-obat ini digunakan
untuk mengobati anemia dan dinamakan juga sebagai hematinika. Obat lain
yang berpengaruh terhadap eritropoesis yaitu riboflavin,piridoksin,kobal
dan tembaga. Ada juga beberapa hormone yang secara tidak secara langsung juga
mempengaruhi eritropoesis misalnya hormone tiroid,gonad dan adrenal.
Ada juga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sel darah merah yaitu
eritropoetin yang terutama dibentuk oleh ginjal. Zat ini berperan sebagai
regulator poliferasi eritrosit sehingga bila terganggu dapat berakibat anemia
berat.
Ø ANTIANEMIA DEFISIENSI
·
BESI (Fe) dan GARAM-GARAMNYA
Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb),sehingga defisiensi Fe akan
menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb
yang rendah menimbulkan anemia hipokromik mikrositik.
Zat besi disimpan dalam sel – sel mukosa intestinal sebagai feritin (suatu
kompleks protein / besi) sampai dibutuhkan tubuh. Defisiensi besi disebabkan
oleh kehilangan darah akut atau kronik, pemasukan yang kurang selama periode
pertumbuhan cepat anak – anak, atau menstruasi berlebihan atau wanita hamil.
Karena itu, keadaan ini merupakan akibat keseimbangan negatif besi yang
disebabkan habisnya simpanan besi dan pemasukan yang tidak cukup, memuncak pada
anemia mikrositik hipokrom. Penambahan sulfas ferrosus diperlukan untuk
memperbaiki kekurangan tersebut. Gangguan gastrointestinal yang disebabkan oleh
iritasi lokal merupakan efek samping paling sering akibat suplemen zat besi.
·
Distribusi Dalam Tubuh
Tubuh manusia sehat mengandung +- 3,5 gram Fe yang hampir seluruhnya dalam
bentuk ikatan kompleks dengan protein. Kira-kira 70% dari Fe yang
terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan
Fe yang nonesensial. Fe esensial terdapat pada :
1.
hemoglobin +- 66%
2.
mioglobin 3%
3.
enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitokromaksidase,suksinil
dehidrokinase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%
4.
pada transferin 0,1%.
Besi
nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin
sebanyak 25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita
hanya 200-400 mg, sedangkan pada pria kira-kira 1 gram.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Absorpsi Fe mulai saluran cerna terutama berlangsung di duodenum dan jejunum
proksimal,makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi
dalam bentuk fero. Transpornya melalui sel mukosa usus terjadi secara
transporaktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri
dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan
perantara transferin,atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa
usus. Secara umum,bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi
rendah,maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau
kebutuhan meningkat,maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel
mukosa ke sum-sum tulang eritropoesis. Eritropoesis dapat meningkat sampai
lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.
Pada individu normal efeisiensi Fe jumlah Fe yang diabsorpsi 5-10% atau sekitar
0,5-1 mg/hari. Absorpsi Fe meningkat bila cadangan rendah atau kebutuhan
Fe meningkat. Absorpsi meningkat menjadi 1-2 mg/hari pada wanita
menstruasi,pada wanita hamil dapat menjadi 3-4 mg/hari.kebutuhan Fe juga
meningkat pada bayi dan remaja. Absorpsi dapat ditingkatan oleh kobal, inosin,
etionin, vitamin C, HCL, suksinat dan senyawa asam lain. Asam akan mereduksi
ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan
yang tidak larut. Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau
antasida misalnya kalsium karbonat,aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida. Fe yang terdapat pada makanan hewani misalnya daging umumnya
diabsorpsi lebih mudah dibandingkan dengan makanan nabati.
Fe yang didapatkan pada hemoglobin dan mioglobin daging lebih mudah
diabsorpsi karena diabsorpsi dalam bentuk utuh, tidak memerlukan pemecahan
lebih dahulu menjadi elemen Fe.
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini
meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya
eritropoesis. Selain itu,bila Fe diberikan sebagai obat,bentuk sediaan, dosis
dan jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.
Distribusi
Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin),
suatu beta 1-glubolin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai
jaringan, terutama kesum-sum tulang depot Fe.
Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma
sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma
tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain
transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan
eritropoesis, dan juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Metabolisme
Bila tidak digunakan dalam eritropoesis,Fe mengikat suatu protein yang disebut
apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama pada sel mukosa usus
halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa dan sum-sum tulang).
Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sum-sum tulang dalam proses
eritropoesis, 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat
dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile
pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan
tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.
Bila Fe diberikan IV,cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang
membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati,sedamgkan setelah
pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang
berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa.
Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah
berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang
diikuti absorpsi yang berlebihan pula.
Ekskresi
Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali biasanya sekitar 0,5-1 mg
seehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran
cerna yang terkelupas, melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut
yang dipotong. Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat
meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur dengan
siklus haid 28 hari, jumlah ekskresi Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid
diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari.
Ø KEBUTUHAN BESI
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor
umum,jenis kelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita) dan
jumlah darah dalam badan (Hb)dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadan
depot Fe memegang peranan penting. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan
bahwa seorang laki-laki dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg,dan wanita
memerlukan 12 mg sehari guna memenuhi ambilan sebesar masing-masing 1 mg dan
1,2 mg sehari. Sedangkan pada wanita hamil dan menyusui diperlukan tambahan
asupan 5 mg sehari.
Bila kebutuhan Fe tidak dipenuhi,Fe yang terdapat di dalam gudang akan
digunakan dan gudang lambat laun menjadi kosong. Akibatnya timbul anemia
defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absorpsi yang tidak baik,
perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat. Keadaan ini memerlukan
penambahan Fe dalam bentuk obat.
Ø SUMBER ALAMI
Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah
hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang,kacang-kacangan dan buah-buahan yang
tertentu. Makanan yang mengandung besi dalam jumlah sedang(1-5mg/100g) termasuk
diantaranya daging, ikan, unggas, sayur-sayuran yang berwarna hijau dan
biji-bijian. Sedangkan susu atau produknya dan sayuran yang kurang hijau
mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g).
Ø INDIKASI
Sediaan Fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia
defisiensi Fe. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh kehilangan
darah. Selain itu dapat pula terjadi misalnya wanita hamil (terutama multipara)
dan pada mas pertumbuhan,karena kebutuhan yanh meningkat. Banyak anemia yang
mirip anemia defisiensi Fe. Pada anemia defisiensi Fe dapat terlihat granula
berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang.
Ø EFEK SAMPNG
Efek sampnt yang paling sering timbul berupa intoleransi dalam sediaan oral,
dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorpsi
pada setiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyari lambung
(+- 7-20%),konstipasi (+- 10%),diare (+- 5%) dan kolik. Gangguan ini biasa
ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian
sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang.
Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat suntikan
yaitu berupa rasa sakit,warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal
dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada
pemakaian IM dibandingkan IV.
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi
pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang seperti gula-gula.
Kelainan utama terdapat pada saluran cerna,mulai dari iritasi,korosi sampai
tejdai neksrosis. Gejala yang timbul berupa mual, muntah, diare, hemetemesis
serta fese berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna,syok dan
akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat
menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut berlebihan
dikemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30
menit atau setelah beberapa jam minum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah
pertam-tama diusahakan agar pasien muntah, kemudian diberikan susu atau telur
yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum kurang
dari 1 jam sebelumnya,dapat dilakukan bilasan lambung dengan menggunakan
larutan natrium bikarbonat 1%. Selanjutnya kedaan syok dehidrasi dan asidosis
harus diatasi.
Ø SEDIAAN,DOSIS
Sediaan oral
Karena berasal dalam bentuk fero paling mudah diabsorpsi maka preparat besi
untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero seperti fero
sulfat, fero glukonat, dan fero fumalat. Tidak ada perbedaan absorpsi diantara
garam-garam fero ini. Jika ada,mungkin disebabkan oleh perbedaan asam lambung.
Dalam bentuk garam sitrat, karbonat, pirofosfat, ternyata Fe sukar diabsorpsi,
demikian juga sebagai garam feri (Fe3*).
Untuk mengatasi defisiensi Fe dengan cepat umumnya dibutuhkan sekitar 200-400
mg elemen besi selama kurang lebih 3-6 bulan.
Tabel beberapa jenis preparat besi oral
Preparat
|
Tablet
|
Elemen besi tiap tablet
|
Dosis lazim untuk dewasa(Σ tablet/hari)
|
Fero sulfat (hidrat)
|
325 mg
|
65 mg
|
3-4
|
Fero glukonat
|
325 mg
|
36 mg
|
3-4
|
Fero fumarat
|
200 mg
|
66 mg
|
3-4
|
Fero fumarat
|
325 mg
|
106 mg
|
2-3
|
Sediaan parental
Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dalam dan IV hanya diberikan bila
pemberian oral tidak mungkin, misalnya pasien bersifat intoleran terhadap
sediaan oral atau pemberian oral tidak mungkin menimbulkan respons teraupetik.
Iron-dextran (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap mL (larutan 5%)untuk
penggunaan IM atau IV. Respons teraupetik terhadap suntikan IM ini tidak
lebih cepat daripada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung
berdasarkan berat anemia,yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb.
Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh
melebihi 25 mg, dan diikuti dengan peningkatan bertahan untuk 2-3 hari sampai
tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan parlahan-lahan yaitu dengan
menyuntikkan 25-50 mg/menit. Pasein dengan riwayat alergi dan pasien yang
sebelumnya pernah mendapat preparat besi secara suntikan lebih besar
kemungkinannya untuk mengalami reaksi hipersensivitas.
VITAMIN B12
Vitamin
B12 (sianokobalamin) nerupakan satu-satunya kelompok senyawa lain yang
mengandung unsur Co dengan struktur yang mirip dengan derivate porfirin alami
lain. Molekulnya terdiri atas bagian-bagian cincin porfirin dengan satu atom
Co, basa dimetilbenzimidazol, ribose dan asam fosfat. Umumnya senyawa dalam
kelompok ini dinamakan kobalamin. Penambahan gugus-CN pada kobalamin
menghasilkan sianokobalamin, sedangkan Penambahan gugus-OH menghasilkan zat
yang dinamakan hidroksokobalamin. Sianokobalamin yang aktif dalam tubuh manusia
adalah deoksiadenosil kobalamin dan metilkobalamin.
FUNGSI
METABOLIK
Vitamin B12 bersama-sama folat sangat penting untuk metabolisme intrasel.
Vitamin B12 dan asam folat dibutuhkan untuk sintensis DNA yang
normal,sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan gangguan produksi
dan maturasi eritrosit yang memberikan gambaran sebagai anemia megaloblastik.
Ø DEFISIENSI VITAMIN B12
Kekurangan vitamin B12 dapat disebabkan oleh kurangnya asupan (kadar dalam
makanan kurang, terganggunya absorpsi (absorbsi vitamin rendah akibat gangguan
sel – sel parietal lambung dalam menghasilkan faktor intrinsik), hilangnya
aktivitas reseptor yang dibutuhkan guna pengambilan vitamin intestinal,
terganggunya utilisasi, meningkatnya kebutuhan, destruksi yang berkelebihan atau
ekskresi yang meningkat. Defisiensi kobalamin ditandai dengan gangguan
hematopoesis,gangguan neurology, kerusakan sel epitel,terutama epitel saluran
cerna ,dan debilitas umum. Defisiensi vitamin B12 menimbulkan anemia
megaloblastik yang disertai dengan gangguan neurologik,bila tidak cepat diobati
kelainan neurologik ini dapat membuat pasein cacat seumur hidup. Penggunaan
asam folat dapat memperbaiki anemia,sedangkan kelainan neurologik tidak
dipengaruhi. Defisiensi vitamin B12 dapat didiagnosis dengan mengukur
kadar vitamin B12 dalam plasma.
Defisiensi vitamin B12 pada orang dewasa sering disebabkan
oleh gangguan absorpsinya.misalnya pada defisiensi vitamin B12 yang
klasik yang disebut anemia pernisiosa Addison. Pada penyakit tersebut terjadi
kegagalan sekresi faktor instrinsik castle (FIC) oleh sel parietal lambung yang
berfungsi dalam absorpsi vitamin B12 di ileum.
Ø KEBUTUHAN VITAMIN B12
Kebutuhan Vitamin B12 bagi orang sehat kira-kira 1 µg sehari yaitu
sesuai dengan jumlah yang diekskresi oleh tubuh. Setiap hari tubuh akan
mengeluarkan 3-7 µg sehari ke dalam saluran empedu, sebagian besar akan
reabsorpsi melalui usus hanya 1 µg yang tidak reabsorpsi. Pada defisiensi
vitamin B12 tanpa komplikasi,respons hematologik
minimal sudah tidak dapat dengan 1 µg sehari. Tetapi pada anemia pernisiosa
dimana faktor instrinsik castle berkurang atau tidak ada,kebtuhan ini akan
meningkat, sebab apa yang dikeluarkan melalui saluran empedu tidak dapat
reabsorpsi.
Ø SUMBER VITAMIN B12 ALAMI
Sumber asli untuk satu-satunya vitamin B12 adalah
mikroorganisme. Bakteri dalam kolon manusia juga membentuk vitamin B12, tetapi
ini tidak berguna untuk memenuhi kebutuhan individu yang bersangkutan sebab
absorpsi vitamin B12 terutama berlangsung dalam ileum. Selain itu, vitamin B12
dalam kolon ternyata terikat pada protein. Jadi sumber untuk memenuhi kebutuhan
manusia adalah makanan hewani sebab tumbuh-tumbuhan tidak mengandung vitamin
B12 .
Vitamin B12 dalam makanan manusia juga terikat pada protein, tetapi
akan dibebaskan proses proteolisis. Jenis makanan yang kaya akan vitamin B12
adalah jeroan (hati, ginjal, jantung) dan kerang. Kuning telur,
susu kering bebas lemak dan makanan yang berasal dari laut (ikan sardine, kepiting)
mengandung vitamin B12 dalam jumlah sedang.
Ø FARMAKOKINETIK
·
Absorpsi
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK.
Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan IM.
Hidrosokobalamin dan koenzim B12 lebih lambat diabsorpsi,agaknya karena
ikatannya yang lebih kuat dengan protein. Absorpsi per oral berlangsung lambat
di ileum, kadar puncak dicapai 8-12 jam setelah 3 µg. Absorpsi ini berlangsung
dengan dua mekanisme, yaitu dengan perantaraan faktor instrinsik
castle (FIC) dan absorpsi secar langsung.
·
Absorpsi dengan perantaraan FIC
Absorpsi
dengan perantaraan FIC sangat penting,dan sebagian besar anemia
megaloblastik disebabkan oleh gangguan mekanisme ini. Setelah dibebaskan dari
ikatan protein vitamin B12 dari makanan akan membentuk kompleks B12- FIC. FIC
hanya mampu mengikat sejumlah 1,5-3 µg vitamin B12 . Kompleks ini masuk
ke ileum dan disini melekat pad reseptor khusus sel dimukosa ileum untuk
diabsorpsi. Absorpsi berlangsung dengan mekanisme pinositosis oleh sel mukosa
ileum. FIC yang dihasilkan oleh sel parietal lambung,merupaka suatu
glikoprotein dengan berat molekul 60.000. Bila sekresi FIC bertambah,misalnya
akibat obat-obat kolinergik, histamine, dan mungkin juga beberapa hormone
seperti ACTH, kortikosteroid dan hormon tiroid ,maka absorpsi vitamin B12 juga
akan meningkat. Karena untuk diabsorpsi vitamin B12 harus dibebaskan lebih dulu
dari protein, maka jumlah yang diabsorpsi juga tergantung dari ikatannya dengan
makanan/jenis makanan.
Absorpsi secara langsung tidak begitu penting karena baru terjadi pada kadar
vitamin B12 yang tinggi, dan berlangsung secara difusi jadi merupakan suatu mass
action affect
·
Distribusi
Setelah diabsorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan
plasma. Sebagian besar terikat pada beta-globulin (transkobalamin II),
sisanya terikat pada alfa-glikoprotein (transkobalamin I) dan inter-
alfa-glikoprotein (transkobalamin III). Vitamin B12 yang terikat pada
transkobalamin II akan diangkut ke berbagai jaringan,terutama hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90%). Kadar normal vitamin
B12 dalam plasma adalah 200-900 pg/mL dengan simpanan sebanyak 1-10 mg dalam
hepar.
·
Metabolisme dan ekskresi
Baik sianokobalamin maupun hidroksokobalamin dalam jaringan dan darah terikat
oleh protein. Di dalam hati kedua kobalamin tersebut akan diubah menjadi
koenzim B12. Pengurangan jumlah kobalamin dalam tubuh disebabkan
oleh ekskresi melalui saluran empedu, sebanyak 3-7 µg sehari harus direabsorpsi
dengan perantaraan FIC. Ekskresi bersama urin hanya terjadi pada bentuk yang
tidak terikat protein. 80-95% vitamin B12 akan diretensi dalm tubuh bila
diberikan dalm dosis sampai 50 µg dengan dosis yang lebih besar,jumlah yang
diekskresi akan lebih banyak.
Ø SEDIAAN DAN POSOLOGI
Vitamin B12 diindikasikan untuk pasien defisiensi vitamin B12 misalnya
anemia pernisiosa. Pada pasein anemia pernisiosa yang berat, selain gejala
anemia mungkin terdapat trombositopenia dan leucopenia berat, kerusakan
neurologik, kerusakan hati berat atau komplikasi bentuk lain.
Vitamin B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan laruan
untuk disuntikan. Penggunaan sediaan oral pada pengobatan anemia pernisiosa
kurang bermanfaat dan biasanya tetapi oral lebih mahal dari pada terapi
parenteral. Sediaan antinemia yang terdiri dari campuran Fe, vitamin B12 ,asam
volat, kobal, Cu, ekstrak hati dan sebagainya.
Dikenal tiga jenis suntikan vitamin B12 yaitu :
1. larutan sianokobalaminyang
berkekuatan 10-100 µg/mL
2. larutan ekstrak hati dalam air
3. suntikan depot vitamin B12
Suntikan
larutan sianokobalamin jarang sekali menyebabkan reaksi alergi dan iritasi
ditempat suntikan. Kalau terjadi reaksi alergi biasanya karena sediaannya tidak
murni. Manfaat larutan ekstrak hati terhadap anemia pernisiosa disebabkan
oleh vitamin B12
yang
terkandung di dalamnya. Penggunaan suntikan ekstrak hati ini dapat ini dapat
menimbulkan reaksi alergi lokal maupun umum, dan dari yang ringan sampai yang
berat. Reaksi ini disebabkan oleh allergen yang bersifat spesies spesifik dan
bukan organ spesifik. Tidak ada hipersinsitivitasi silang antara larutan
ekstrak hati dengan sionikobalamin. Tujuan pengguanaan suntikan depot vitamin
B12 adalah untuk mengurangi frekuensi suntikan.
Dosis sianokobalamin untuk pasein anemia pernisiosa tergantung dari berat
anemianya, ada tidaknya komplikasi dan respons terhadap pengobatan.
Secara garis besar cara penggunaannya dibagi atas terapi awal yang intensif da
terapi penunjang.
Sebelum pengobatan dimulai dapat dilakukan percobaan terapi untuk memastikan
diagnosis anemia pernisiosa. Untuk ini hanya dibutuhkan dosis 1-10 µg sehari
yang diberikan selam 10 hari. Jumlah sekecil ini akan menimbulkan respons
hematologik berupa reaksi retikulosit pada anemia pernisiosa tanpa komplikasi.
Pada terapi awal diberikan dosis 100 µg sehari parenteral selama 5-10 hari.
Dengan terapi ini respons hematologik baik sekali, tetapi respons dapat
kurang memuaskan bila terdapat keadaan yang menghambat hematopoesis misalnya
infeksi, uremia atau penggunaan kloramfenikol. Respon yang buruk dengan
dosis 100 µg/hari selama 10 hari, mungkin juga disebabkan oleh salah diagnosis
atau potensi obat yang kurang.
Terapi penunjang dilakukan dengan memberikan dosis pemeliharaan 100-200 µg
sebulan sekali sampai diperoleh remisi yanh lengkap yaitu jumlah eritrosit
dalam darah +- 4,5 juat/mm3 dan morfologi hematologik berada dalam
batas-batas normal. Kemudian 100 µg sebual sekali cukup untuk mepertahankan
remisi. Pemberian dosis pemeliharaan setiap bulan ini penting sebab retensi
vitamin B12 terbatas, walaupun diberikan dosis sampai 100 µg.
Ø ASAM FOLAT
Asam folat (asam pteroilmonoglutamat, PmGA) terdiri atas bagian-bagian
pteridin,asam paraaminobenzoat dan asam glutamate. PMGA bersama-sama dengan
konjugat yang mengandung lebih dari satu asam glutamate, membentuk suatu
kelompok yang dikenal sebagi folat. Folat terdiri dalam hampir setiap jenis
makanan dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang segar.
Ø FUNGSI METABOLIK
PmGA merupakan prekursor inaktif dari beberapa koenzimyang berfungsi pada
transfer unit karbon tunggal (single karbon unit ). Mula-mula
folat reduktase mereduksi PmGA menjadi THFA (asam tetrahidrofolat). THFA
yang terbentuk bertindak sebagai akseptor berbagai unit karbon tunggal dan
selanjutnya memindahkan unit ini kepada zat-zat yang memrlukan. Berbagai reaksi
penting yang menggunakan unit karbon tunggal adalah :
a.
sintesis purin melalui pembentukan asam inosinat
b.
sintesis nukleotida pirimidin melalui metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam
timidilat
c.
interkonversi beberapa asam amino misalnya antera serin dengan glisin
histidin dengan asam glutamate, hemostitein dengan metionin.
Ø KEBUTUHAN FOLAT
Kebutuhan tubuh akan folat rata-rata 50 µg sehari, dalam bentuk PmGA, tetapi
jumlah ini dipengaruhi oleh kecepatan metabolisme dan laju malih sel (cellturn-over)
setiap harinya. Jadi peningkatan metabolisme akibat penyakit infeksi, anemia
hemolitik dan adanya tumor ganas akan meningkatkan kebutuhan folat.
Ø DEFISIENSI FOLAT
Defisiensi folat sering merupak komplikasi dari (1) gangguan di usus kecil;(2)
alkoholisme yang menyebabkan asupan makanan buruk;(3) efek toksik alkoholpada
sel hepar;dan (4) anemia hemolitik yang menyebabkan laju malih eritrosit
tinggi. Obat-obat yang dapat menghambat enzim dihidrofolat reduktase
(misalnya metotreksat, trimetoprim) dan yang mengadakan interaksi pada basorpsi
dan penyimpanan folat (misalnya fenitoin dan beberapa antikovulsan lain,
(kontrasepsi oral) dapat menurunkan kadar folat dalam plasma dan menimbulkan
anemia megaloblastik.
·
Gejala klinik
Gejala defisiensi folat yang paling menonjol adalah hematopoesis megaloblastik
(yang menyerupai anemia defisiensi vitamin B12). Perbedaan klinik yang nyata
antara defisinesi folat dan defisiensi vitamin B12 adalah bahwa pada yang
pertama tidak terdapat kerusakan sarung myelin sehingga tidak ada gangguan
neurologik. Hal ini dapat diterangkan dengan sifat folat yang secara selektif
dapat menumpuk dalam cairan serebrospinal,tetapi akibat gangguan metabolisme
otak pasien dapat menunjukan gejala insomnia, pelupa dan iritabilitas.
Ø FARMAKOKINETIK
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali terutama 1/3 bagian proksimal
usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan energi, sedangkan
pada kadar tinggi absorpsi dapat berlangsung secara difusi. Walaupun terdapat
gangguan pada usus halus, absorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan
terutama sabagai PmGA.
Ekskresi berlangsung melalui ginjal,sebagian besar dalam bentuk
metabolit. Pada orang dengan diet normal, jumlah yang diekskresi hanya
sedikit sekali dan akan meningkat bila folat dalam jumlah besar.
Ø INDIKASI
Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan pengobatan defisiensi
folat. Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita hamil, dan dapat menyebabkan
defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan asupan asam folat dan
makanannya. Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan kuat antara
defisiensi asam folat pada ibu dengan insidens defek neural tube seperti
spina bilfida dan anensefalus pada bayi yang dilahirkan. Wanita hamil
membutuhkan sekurang-kurangnya 500µg asam folat per hari.
Dosis yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang ada.
Umumnya folat diberikan per oral, etapi bila keadaan tidak memungkinkan,
folat diberikan secara IM dan SK. Untuk tujuan diagnostic digunakan dosis 0,1
mg per oral selama 10 hari yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien
defisiensi folat. Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin
B12 yang baru memberikan respons hematologik dengan dosis 0,2 mg
per hari atau lebih.
Terapi awal pada defisiensi folat tanpa komplikasi dimulai dengan 0,5-1 mg
sehari secara oral selama 10 hari. Dengan adanya komplikasi dimana kebutuhan
folat meningkat disertai pula dengan supresi hematopoesis,dosis perlu lebih
besar. Setelah perbaikan cukup memuaskan, terapi dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan yang biasnya berkisar antara 0,1-0,5 mg sehari.
Ø SEDIAAN DAN POSOLOGI
Asam folat tersedia dalam bentuk tablet yang mengandung 0,4;0,8; dan 1 mg asam
pteroilglutamat dan dalam larutan injeksi asam folat 5 mg/ml. Setelah itu, asam
folat terdapat dalam berbagai sediaan multivitamin atau digabung dengan
antianemia lainnya. Asam folat injeksi biasanyahanay digunakan sebagai
antidotum pada intoksikasi antifolat (antikanker).
Ø OBAT LAIN
·
RIBOVLAFIN
Ribovlafin (vitamin B12) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan flavin-adenin-dinukleotida
(FAD)berfungsi sebagai koenzim dalam merabolisme flavo-protein dalam pernapasan
sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia
normokronik-normositik ( pure rd-cell aplasia ). Anemia defisiensi
riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata
faktor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan. Dosis yang
digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
·
PIRIDOKSIN
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang
pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik
hipokromik. Pada sebagian besar pasien akan terjadi anemia normoblastik
sideroakrestik dengan sejumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam precursor
eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat anemia megaloblastik. Pada keadaan
iniabsorpsi Fe meningkat, Fe-bending protein menjadi jenuh dan terjadi
hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didaptkan
gejala hemosiderosis.
·
KOBAL
Kobal dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada
beberapa pasein dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada pasien
talasemia,infeksi kronik atau penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti
tidak diketahui. Kobal merangsang pembentukan eritropoetin yang berguna untuk
meningkatkan ambilan Fe dalam sumsum tulang, tetapi ternyata pada pasien anemia
refrakter biasanya kadar eritropoetin sudah tinggi.
Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe,karena ternyata kobal dapat
meningkatkan absorpsi Fe melalui usus. Akan tetapi, kobal dapar menimbulkan
efek toksik berupa erupsi kulit, struma, angina, tinnitus, tuli, payah jantung
sianosis, korna, malaise, anoreksia, mual dan muntah.
B. Anti Pembekuan
darah (Koagulansia)
Definisi
Pembekuan darah adalah proses alami yang mengizinkan darah
membentuk gumpalan sel darah dan fibrin untuk menghentikan pendarahan ketika
pembuluh darah sobek atau rusak. Jika tubuh tidak memiliki kemampuan untuk
membekukan darah, mereka yang memiliki luka kecil pun akan mati kerena
pendarahan.
Akan tetapi, ketika gumpalan darah (thrombus) terbentuk di pembuluh arteri dapat menghambat aliran darah menuju otot jantung atau otak sehingga memicu serangan jantung atau stroke. Atau, ketika darah terlalu lama berada di dalam bilik jantung (terjadi pada kondisi jantung tertentu), gumpalan dapat terbentuk, dan bagian dari gumpalan darah tersebut akan terpompa melalui aliran darah serta menyumbat pada salah satu organ atau arteri, memotong suplai darah dari titik ini. Penyumbatan ini disebut “embolus”.
Akan tetapi, ketika gumpalan darah (thrombus) terbentuk di pembuluh arteri dapat menghambat aliran darah menuju otot jantung atau otak sehingga memicu serangan jantung atau stroke. Atau, ketika darah terlalu lama berada di dalam bilik jantung (terjadi pada kondisi jantung tertentu), gumpalan dapat terbentuk, dan bagian dari gumpalan darah tersebut akan terpompa melalui aliran darah serta menyumbat pada salah satu organ atau arteri, memotong suplai darah dari titik ini. Penyumbatan ini disebut “embolus”.
·
Ada
banyak kondisi lain yang berhubungan dengan pembekuan darah, sebagai contoh:
·
Pembekuan
darah koroner yang melibatkan pembekuan darah pada arteri koroner menyebabkan
serangan jantung
•
Pembekuan
darah pada pembuluh dalam akan membuat pembekuan darah di pembuluh kaki
•
Pembekuan
darah pada embolus paru-paru akan membuat pembekuan darah di arteri paru-paru
•
Kemacetan
pada pembuluh darah retina akan membuat pembekuan darah pada pembuluh
mata
Gejala
·
Gejala
pembekuan darah didasarkan pada dimana bekuan darah terdapat:
• Pada paru-paru, gejalanya adalah sakit dada yang tajam, detak jantung yang cepat, batuk yang diwarnai darah, napas pendek dan demam ringan
• Pada lengan atau kaki, gejalanya adalah gangguan penglihatan, lemah, penurunan cara berbicara, pembengkakan dan sedikit warna kebiruan. Jika terdapat di pembuluh darah, akan menyebabkan pembengkakan dan lebam.
• Pada otak, gejalanya adalah gangguan penglihatan, lemah, penurunan cara berbicara, menyebabkan stroke atau kejadian ketidak cukupan suplai darah ke otak untuk sementara waktu.
• Pada paru-paru, gejalanya adalah sakit dada yang tajam, detak jantung yang cepat, batuk yang diwarnai darah, napas pendek dan demam ringan
• Pada lengan atau kaki, gejalanya adalah gangguan penglihatan, lemah, penurunan cara berbicara, pembengkakan dan sedikit warna kebiruan. Jika terdapat di pembuluh darah, akan menyebabkan pembengkakan dan lebam.
• Pada otak, gejalanya adalah gangguan penglihatan, lemah, penurunan cara berbicara, menyebabkan stroke atau kejadian ketidak cukupan suplai darah ke otak untuk sementara waktu.
•
Jantung,
gejalanya adalah rasa sakit pada dada karena serangan jantung. Bekuan darah
terbentuk pada jantung juga dapat terbawa menuju organ lain atau arteri tubuh.
Kondisi yang dapat menyebabkan bekuan darah yang terbentuk di dalam jantung
antara lain gangguan pada katup jantung, serangan jantung sebelumnya, atrial
fibrillation dan kegagalan jantung.
Perut, gejalanya adalah sakit yang parah pada area bagian perut, muntah dan/atau diare.
Perut, gejalanya adalah sakit yang parah pada area bagian perut, muntah dan/atau diare.
Penyebab
& Faktor Risiko
Penyebab
Kondisi tertentu yang menyebabkan bekuan darah antara lain:
Kondisi tertentu yang menyebabkan bekuan darah antara lain:
•
Platelet merupakan sel darah khusus yang menggumpal
untuk membentuk “sumbatan”, membantu untuk menghentikan pendarahan.
•
Faktor yang menyebabkan membekunya darah adalah protein
di dalam darah yang terkait, sepanjang platelet menyusun pembekuan.
•
Kerusakan pada endothelial – kerusakan pada jalur
pembuluh darah dan jantung dapat menentukan dimana bekuan darah terbentuk.
•
Lambatnya aliran darah atau pergolakan aliran darah
akan mempengaruhi terbentuknya bekuan darah.
Faktor risiko
Beberapa faktor yang dapat memperbesar risiko
terjadinya pembekuan darah antara lain:
o Atherosclerosis
o Tekanan
darah tinggi
o Serangan
jantung atau stroke sebelumnya
o Gangguan
pada katup jantung
o Kegagalan
jantung
o Trauma
pada pembuluh darah, sebagai contoh akibat kecelakaan, operasi atau terbakar
o Meningkatnya
kadar platelet dikarenakan kekacauan genetik
o Infeksi
o Pembengkakan
pada usus
o Kehamilan
o Gangguan
sistem imun
o Kanker
tertentu
o Masalah
pada vascular
o Ketidak
aktifan tubuh
o Gangguan
pada gunjal
Sebagai tambahan, gaya hidup berikut ini dapat meningkatkan
risiko:
•
Merokok
•
Obesitas (lebih dari 10kg kelebihan berat badan)
•
Lemah dalam berolahraga
•
Penggunaan pil KB, khususnya jenis yang berdosis tinggi
•
Esterogen dosis tinggi, atau terapi pengganti hormon
•
Duduk pada satu posisi untuk waktu yang lama (seperti
ketika di dalam pesawat)
Pencegahan
•
Pasien yang diketahui dengan kondisi cardiovascular,
seperti atherosclerosis, tekanan darah tinggi, gangguan pada katup jantung,
kegagalan jantung, atrial fibrillation, pemekaran pembuluh dan aneurisma.
Kondisi ini membutuhkan pengobatan yang tepat, yang sering termasuk obat anti
pembekuan darah.
•
Pasien yang menjalani operasi, khususnya setelah dalam
waktu yang lama tidak bergerak, membutuhkan obat anti pembekuan darah dengan
jenis yang spesifik dalam waktu satu atau dua hari menjelang operasi, dan juga
sering diberikan kaus kaki pendukung untuk dipakai dengan segera saat dan/atau
setelah operasi.
•
Penumpang pesawat (penerbangan jarak jauh) dapat
mengambil manfaat dari aspirin dan kaus kaki pendukung, tapi pencegahan terbaik
adalah memiliki cukup air dalam tubuh dan bergerak secara rutin.
•
Pasien dengan trauma fisik tertentu harus secara teliti
diamati mengenai terbentuknya bekuan darah, khususnya pada pasien yang
diketahui memiliki kanker atau beberapa gangguan sistem imun tubuh.
•
Kehamilan juga merupakan periode dengan risiko yang
tinggi, tapi kecurigaan yang sama juga harus diperhatikan pada pasien yang
menggunakan pil KB, khususnya jika dikombinasikan dengan pemekaran pembuluh
darah dan merokok.
•
Secara umum, menjaga berat badan, tidak merokok dan
olahraga rutin bermanfaat bagi setiap orang. Pasien yang berusia di atas 50
tahun sering menggunakan aspirin untuk alasan lain, dan ini dapat juga membantu
mencegah pembekuan.
SOLUSI PENGOBATAN UNTUK MASALAH BLOODCLOTS/PEMBEKUAN
DARAH :
•
Mengaktifkan
molekul air di dalam tubuh, mengencerkan darah, menambah kadar oksigen dalam
darah : Darah yang kental mengakibatkan
haemoglobin darah sulit mengikat oksigen soluble (bentuk oksigen yang terlarut
didalam darah), darah yang kental mengakibatkan sirkulasi darah menjadi lambat,
sehingga distribusi oksigen, nutrisi dan air ke seluruh sel-sel tubuh menjadi
lambat, disamping itu akan memperberat kinerja jantung dalam memompa darah.
Sebaliknya darah yang relatif encer, haemoglobin darah lebih mudah mengikat
oksigen soluble didalam darah, sirkulasi darah lebih lancar dan distribusi
nutrisi, oksigen dan air lebih cepat serta meringankan kinerja jantung.
•
PENTINGNYA KESEIMBANGAN MEDAN ELEKTRIS
PADA SISTEM DARAH. :
Keseimbangan medan listrik pada sistem darah akan
meningkatkan ke alkalian darah sehingga dapat :
1.
Membersihkan darah.
2.
Membantu sintesis sel darah
3.
Menstabilkan tekanan darah
4.
Memperlambat denyut jantung
5.
Mengurangi kekentalan darah
6.
Meningkatkan aliran darah sebanyak 20% - 40%
7. Membuat
saluran darah lebih sehat.
C. Anti Pendarahan
Definisi
Obat anti
perdarahan disebut juga hemostatik.Hemostatis merupakan proses
penghentian perdarahan pada pembuluh darah yang cedera. Jadi, Obat haemostatik(Koagulansia ) adalah obat yang
digunakan untuk menghentikan pendarahan.
Obat haemostatik ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi
daerah yang luas. Pemilihan obat hemostatik harus dilakukan secara tepat sesuai
dengan patogenesis perdarahan.
Dalam proses hemostasis berperan faktor-faktor pembuluh darah
(vasokonstriksi), trombosit (agregasi), dan faktor pembekuan darah
Secara garis
besar proses pembekuan darah berjalan melalui 3 tahap yaitu :
1.
aktivasi tromboplastin
2.
pembentukan trombin dari
protrombin
3.
pembentukan fibrin dari
fibrinogen
Dalam proses
ini diperlukan faktor-faktor pembekuan darah yang hingga kini dikenal 15 faktor
pembekuan darah (faktor IV-Ca++ , faktor VIII-anti hemofilik,
faktor IX-tromboplastin plasma.)
Perdarahan dapat disebabkan oleh defisiensi satu faktor pembekuan darah dan
dapat pula akibat defisiensi banyak faktor yang mungkin sulit untuk didiagnosis
dan diobati. Defisiensi atau factor pembekuan darah dapat diatasi
dengan memberikan factor yang kurang yang berupa konsentrat darah
manusia. Perdarahan dapat pula dihentikan dengan memberikan obat yang dapat meningkatkan factor-faktor pembentukan darah misalnya vitamin K atau yang menghambat mekanisme fibrinolitik seperti asam aminokaprot.
dengan memberikan factor yang kurang yang berupa konsentrat darah
manusia. Perdarahan dapat pula dihentikan dengan memberikan obat yang dapat meningkatkan factor-faktor pembentukan darah misalnya vitamin K atau yang menghambat mekanisme fibrinolitik seperti asam aminokaprot.
Obat hemostatik
sendiri terbagi dua yaitu :
1.
Obat hemostatik lokal
2.
Obat hemostatik
sistemik.
1. Hemostatik
Lokal
Yang termasuk dalam golongan ini
dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan mekanisme
hemostatiknya.
1. Hemostatik
serap
Mekanisme kerja :
Menghentikan
perdarahan dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala
serat-serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada permukaan yang berdarah . Dengan kontak pada permukaan asing trombosit akan pecah dan membebaskan factor yang memulai proses pembekuan darah.
serat-serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada permukaan yang berdarah . Dengan kontak pada permukaan asing trombosit akan pecah dan membebaskan factor yang memulai proses pembekuan darah.
Indikasi :
Hemostatik golongan ini berguna
untuk mengatasi perdarahan yang berasal dari
pemubuluh darah kecil saja misalnya kapiler dan tidak efektif untuk
menghentikan perdarahan arteri atau vena yang tekanan intra
vaskularnya cukup besar.
pemubuluh darah kecil saja misalnya kapiler dan tidak efektif untuk
menghentikan perdarahan arteri atau vena yang tekanan intra
vaskularnya cukup besar.
Contoh obat :
v Spon gelatin,
oksisel ( selulosa oksida )
Spon gelatin, dan oksisel dapat
digunakan
sebagai penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi. Hal ini
menguntungkan karena tidak memerlukan penyingkiran yang memungkinkan perdarahan ulang seperti yang terjadi pada penggunaaan kain kasa .
sebagai penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi. Hal ini
menguntungkan karena tidak memerlukan penyingkiran yang memungkinkan perdarahan ulang seperti yang terjadi pada penggunaaan kain kasa .
Untuk absorpsi yang sempurna pada
kedua zat diperlukan waktu 1- 6
jam. Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi tulang dan dapat
mengakibatkan pembentukan kista bila digunakan jangka panjang pada
patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi,
selulosa oksida tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jangka
panjang.
jam. Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi tulang dan dapat
mengakibatkan pembentukan kista bila digunakan jangka panjang pada
patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi,
selulosa oksida tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jangka
panjang.
v
Busa fibrin insani yang berbentuk spon, setelah
dibasahi dengan tekanan sedikit dapat menutupi dengan baik permukaan yang
berdarah.
2. Astringen
Mekanisme kerja :
Zat ini bekerja local dengan
mengendapkan protein darah
sehingga perdarahan dapat dihentikan, sehubungan dengan cara penggunaannya zat ini dinamakan juga stypic.
sehingga perdarahan dapat dihentikan, sehubungan dengan cara penggunaannya zat ini dinamakan juga stypic.
Indikasi :
Kelompok ini digunakan untuk
menghentikan perdarahan kapiler tetapi kurang efektif
bila dibandingkan dengan vasokontriktor yang digunakan local.
bila dibandingkan dengan vasokontriktor yang digunakan local.
Contoh Obat :
Antara lain feri kloida, nitras
argenti, asam tanat.
3. Koagulan
Mekanisme kerja :
Obat kelompok ini pada penggunaan
lokal menimbulkan hemostatis dengan 2
cara yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin
dan secara langsung menggumpalkan fibrinogen.
cara yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin
dan secara langsung menggumpalkan fibrinogen.
Contoh Obat :
Russell’s viper venom yang sangat
efektif sebagai hemostatik local dan dapat
digunakan umpamanya untuk alveolkus gigi yang berdarah pada pasien
hemofilia. Untuk tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0,1
% dan ditekankan pada alveolus sehabis ekstrasi gigi, zat ini
tersedia dalam bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaaan lokal.
Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV, sebab segara menimbulkan
bahaya emboli.
digunakan umpamanya untuk alveolkus gigi yang berdarah pada pasien
hemofilia. Untuk tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0,1
% dan ditekankan pada alveolus sehabis ekstrasi gigi, zat ini
tersedia dalam bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaaan lokal.
Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV, sebab segara menimbulkan
bahaya emboli.
4. Vasokonstriktor
Mekanisme Kerja
:
Epinefrin dan
norepinefrin berefek vasokontriksi , dapat digunakan untuk menghentikan
perdarahan kapiler suatu permukaan.
Cara pemakaian :
Penggunaanya ialah dengan mengoleskan kapas yang
telah dibasahi dengan larutan 1: 1000 tersebut pada permukaan yang
berdarah.
telah dibasahi dengan larutan 1: 1000 tersebut pada permukaan yang
berdarah.
hemostatik sistemik
Dengan memberikan transfuse darah, seringkali
perdarahan dapat dihentikan
dengan segera. Hasil ini terjadi karena penderita mendapatkan semua
faktor pembekuan darah yang terdapat dalam darah transfusi. Keuntungan lain transfusi ialah perbaikan volume sirkulasi. Perdarahan yang
dengan segera. Hasil ini terjadi karena penderita mendapatkan semua
faktor pembekuan darah yang terdapat dalam darah transfusi. Keuntungan lain transfusi ialah perbaikan volume sirkulasi. Perdarahan yang
disebabkan defisiensi faktor pembekuan darah tertentu
dapat diatasi
dengan mengganti/ memberikan faktor pembekuan yang kurang.
dengan mengganti/ memberikan faktor pembekuan yang kurang.
1.
Faktor anti hemoflik (faktor VIII) dan cryoprecipitated anti Hemophilic Factor
·
Indikasi
Kedua zat ini bermanfaat untuk mencegah atau mengatasi perdarahan pada
penderita hemofilia A ( defisienxi faktor VIII) yang sifatnya herediter dan pada penderita yang darahnya mengandung inhibitor
factor VII
·
Efek samping
Cryoprecipitated
antihemofilik factor mengandung fibrinogen dan protein plasma lain dalam
jumlah yng lebih banyak dari sediaaan konsentrat faktor IIIV, sehingga
kemungkinan terjadi reaksi hipersensitivitas lebih besar pula. Efek
samping lain yang dapat timbul pada penggunaan kedua jenis sediaan ini adalah
hepatitis virus, anemi hemolitik,hiperfibrinogenemia,menggigil dan demam.
·
Cara pemakaian
Kadar faktor
hemofilik 20-30% dari normal yang diberikan IV biasanya
digunakan untuk mengatasi perdarahan pada penderita hemofilia.
Biasanya hemostatik dicapai dengan dosis tunggal 15-20 unit/kg BB.
digunakan untuk mengatasi perdarahan pada penderita hemofilia.
Biasanya hemostatik dicapai dengan dosis tunggal 15-20 unit/kg BB.
Untuk
perdarahan ringan pada otot dan jaringan lunak, diberikan dosis
tunggal 10 unit/kg BB. Pada penderita hemofilia sebelum operasi diperlukan kadar anti hemofilik sekurang – kurangnya 50% dari
normal, dan pasca bedah diperlukan kadar 20-25 % dari normal untuk
7-10 hari.
tunggal 10 unit/kg BB. Pada penderita hemofilia sebelum operasi diperlukan kadar anti hemofilik sekurang – kurangnya 50% dari
normal, dan pasca bedah diperlukan kadar 20-25 % dari normal untuk
7-10 hari.
2.
kompleks Faktor X
·
Indikasi
Sediaan ini
mengandung faktor II, VII, IX,X serta sejumlah kecil protein plasma lain dan
digunakan untuk pengobatan hemofilia B, atau bila
diperlukan faktor-faktor yang terdapat dalam sediaan tersebut untuk
mencegah perdarahan. Akan tetapi karena ada kemungkinan timbulnya
hepatitis preparat ini sebaiknya tidak diberikan pada pendrita nonhemofilia.
diperlukan faktor-faktor yang terdapat dalam sediaan tersebut untuk
mencegah perdarahan. Akan tetapi karena ada kemungkinan timbulnya
hepatitis preparat ini sebaiknya tidak diberikan pada pendrita nonhemofilia.
·
Efek samping
trombosis,demam,
menggigil, sakit kepala, flushing, dan reaksi hipersensivitas berat (shok
anafilaksis).
·
Dosis
Kebutuhan
tergantung dari keadaan penderita. Perlu dilakukan pemeriksaan pembekuan
sebelum dan selama pengobatan sebagai petunjuk untuk menentukan dosis. 1
unit/KgBB meningkatkan aktivitas factor IX sebanyak 1,5%, selama fase
penyembuhan setelah operasi diperlukan kadar factor IX 25-30% dari normal
3. V itamin K
·
Mekanisme kerja :
Pada orang
normal vitamin K tidak mempunyai aktivitas farmakodinamik, tetapi pada
penderita defisiensi vitamin K, vitamin ini berguna untuk meningkatkan
biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yang berlangsung di hati. Sebagai
hemostatik, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat menimbulkan efek, sebab
vitamin K harus merangsang pembentukan faktor- faktor pembekuan darah lebih
dahulu.
·
Indikasi :
Digunakan untuk
mencegah atau mengatasi perdarahan akibat defisiensi vitamin K.
·
Efek samping :
Pemberian filokuinon
secara intravena yang terlalu cepat dapt menyebabkan kemerahan
pada muka, berkeringat, bronkospasme, sianosis, sakit pada
dada dan kadang menyababkan kematian.
·
Perhatian :
Defisiensi vit.
K dapat terjadi akibat gangguan absorbsi vit.K, berkurangnya bakteri yang
mensintesis Vit. K pada usus dan pemakaian antikoagulan tertentu. Pada bayi
baru lahir hipoprotrombinemia dapat terjadi terutama karena belum adanya
bakteri yg mensintesis vit. K
Sediaan :
Tablet 5 mg
vit. K (Kaywan)
Dosis :
1-3 x
sehariuntuk ibu menyusui untuk mencegah pendarahan pada bayinya
3-4 x sehari
untuk pengobatan hipoprotrombinemia
4. Asam aminokaproat
Mekanisme kerja
:
Asam
aminokaproat merupakan penghambat bersaing dari activator plasminogen dan
penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen/ fibrin
dan faktor pembekuan darah lain. Oleh karena itu asam amikaproat dapat
mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisisyang berlebihan.
Indikasi :
§ Pemberian
asam aminokaproat, karena dapat menyebabkan pembentukan thrombus yang mungkin
bersifat fatal hanya
digunakan untuk mengatasi perdarahan fibrinolisis berlebihan
digunakan untuk mengatasi perdarahan fibrinolisis berlebihan
§ Asam
aminokaprot digunakan untuk mengatasi hematuria yang berasal dari kandung
kemih.
§ Asam
aminokaproat dilaporkan bermanfaat untuk pasien homofilia sebelum dan sesudah
ekstraksi gigi dan perdarahan lain karena troma didalam
mulut.
mulut.
§ Asam
aminokaproat juga dapat digunakan sebagai antidotum untuk melawan efek
trombolitik streptokinase dan urokinase yang merupakan activator plasminogen.
Cara pemakaian
:
Dapat diberikan
secara peroral dan IV
Efek samping
Asam aminokaproat dapat menyebabkan prutius,eriterna konjungtiva, dan
hidung tersumbat. Efk samping yang paling berbahaya ialah trombosis umum,
karena itu penderita yang mendapat obat ini harus diperiksa mekanisme
hemostatik.
5. Asam traneksamat
Mekanisme Kerja :
Ø Sebagai anti plasmin, bekerja menghambat aktivitas dari aktivator
plasminogen dan plasmin
Ø Sebagai hemostatik, bekerja mencegah degradasi fibrin, meningkatkan
agregasi platelet
Ø memperbaiki kerapuhan vaskular dan meningkatkan aktivitas factor koagulasi.
Indikasi
§ Hipermenorrhea
§ Pendarahan pada
kehamilan dan pada pemasangan AKDR
§ Mengurangi pendarahan
selama dan setelah operasi
Perhatian
Bila diberikan IV dianjurkan untuk menyuntikkan
perlahan-lahan (10 ml / 1-2 menit)
Efek Samping
§ Gangguan
gastrointestinal : mual, muntah, sakit kepala, anoreksia
§ Gangguan
penglihatan, gejala menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian
pengobatan
Sediaan :
Kapsul 250 mg, 500 mg
Injeksi 5 ml/250 mg dan 5 ml/500 mg
6. Karbazokrom Na Sulfonat (ADONA)
Mekanisme Kerja :
o
Menghambat peningkatan
permeabilizas kapiler
o
Meningkatkan resistensi kapiler
Indikasi
o
Pendarahan disebabkan menurunnya
resistensi kapiler dan meningkatnya permeabilizas kapiler
o
Pendarahan abnormal selama/pasca
operasi akibat penurunan resistensi kapiler
o
Pendarahan otak
Sediaan : Tablet 10 mg/ Forte 30 mg
Injeksi 2 ml/10 mg dan 5 ml/25 mg
D.
Obat syok
·
Definisi
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem
sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.
Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya
aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.
·
Penyebab Syok
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah
normal:
a.
Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara
efisien.
b.
Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh
jantung ke dalam arteri dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat
nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari
jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang
maka dapat terjadi syok.
c.
Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah
pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila
tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti
terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah
yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang
dan tekanan darah akan turun.
Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri):
(a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark; (b) Obat-obat yang mendepresi
jantung; dan (c) Gangguan irama jantung.
b.
Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi
darah): (a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma,
misalnya luka bakar; dan (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya
puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula,
obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
c.
Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di
luar jantung): (a) Tamponade jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.
d.
Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah
perifer): (a) Syok neurogenik; (b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c)
Syok anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e) Syok septik; serta (f) Kombinasi,
misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan
pembuluh darah perifer.
Tanda dan Gejala Syok
Sistem Kardiovaskuler
§ Gangguan
sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer
lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
§ Nadi cepat
dan halus.
§ Tekanan
darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme
kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
§ Vena perifer
kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
§ CVP rendah.
Sistem Respirasi
-
Pernapasan cepat dan dangkal.
Sistem saraf pusat
-
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila
tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah
sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin
bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
Sistem Saluran Cerna
-
Bisa terjadi mual dan muntah.
Sistem Saluran Kencing
-
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi
urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5--1 ml/kg/jam).
Penanggulangan Syok
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang
bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan
prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau
perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing)
harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian
oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada
syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik,
dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila
perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau
obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan
mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok
septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai
pertolongan pertama dalam menghadapi syok:
Posisi Tubuh
1.
Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak
luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2.
Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang
belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai,
kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk
memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan
napas.
3.
Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah
muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk
menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat
penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari
terjadinya asfiksia.
4.
Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan
telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala
lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5.
Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita,
sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.
6.
Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan
penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik
ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila
penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera
turunkan kakinya kembali.
Pertahankan Respirasi
1.
Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada
sekresi atau muntah.
2.
Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat
bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
3.
Berikan oksigen 6 liter/menit
4.
Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan
oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu
infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan
(CVP).
Cari dan Atasi Penyebab
Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada
pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun
perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka,
atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya
perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan
di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan
cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan
melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau
diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada
obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada
dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena
diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis
berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan
kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan,
dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu
berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak)
dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan
terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem
renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan
interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume
intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan
hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok
perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial.
Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka
masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang
masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma
dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid
(darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
Penanggulangan
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no.
18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid
dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila
diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila
telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus
dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua.
Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan
kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya
hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada
pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi,
menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan
untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2
ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai
vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup,
tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix
20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa
juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila
masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan
ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi
pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti
sama sekali. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya
tanda-tanda syok dan dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark
miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya
emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung
untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Penanggulangan
Bila mungkin pasang CVP.
Dopamin 10--20 µg/kg/menit, meningkatkan kekuatan, dan
kecepatan kontraksi jantung serta meningkatkan aliran darah ginjal.
Syok Neurogenik
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik
terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Penderita merasa pusing dan biasanya jatuh
pingsan. Setelah penderita dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik
kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan
syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma
pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus
simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi perifer.
Penanggulangan
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok
neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk
mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang
meragukan.
Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber
infeksi). Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang
terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada
pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium
dengan isi usus.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman
Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram
negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas
arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang
terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan
oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk
menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami
hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi
perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan
menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler
normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan
sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Penanggulangan
§ Optimalisasi
volume intravaskuler
§ Pemberian
antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor
Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan
kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi
hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan
sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif
lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler
menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan
syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok
anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama
yang diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan
serangga seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Penanggulangan
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan
cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok
anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu
resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan
karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau
cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah
kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan
yang perlu dilakukan, adalah:
1.
Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki
diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena,
dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2.
Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung
paru, yaitu:
A.
Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus
dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak
sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula
ke depan, dan buka mulut.
B.
Breathing support, segera memberikan bantuan
napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut
atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita
yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan
obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui
intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C.
Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada
arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung
luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap
kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol
resusitasi jantung paru.
3.
Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000
untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak,
intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan
membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4
ug/menit.
4.
Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian
adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB
intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5.
Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison
100 mg atau deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
6.
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan
jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian
cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi
asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid
tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya,
bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan
bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan
perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan
koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
7.
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila
penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat
kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia
dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus
tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8.
Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan
cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang
lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih
dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
·
Pencegahan Syok Anafilaktik
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah
terpenting dalam setiap pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk
dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain:
1.
Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang
kuat dan tepat.
2.
Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan
orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko
lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3.
Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada
umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak
berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan
tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan
reaksi sebesar 1--3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%,
bila tes kulit positif.
4.
Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat
penawar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau
anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.
·
Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut
pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan
sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
·
Pemberian Cairan
Ø Jangan
memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau
kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
Ø Jangan
memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang
mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
Ø Penderita
hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
Ø Cairan
intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
Ø Pada syok
hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan
yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air
harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan
elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra
vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3--4 kali volume perdarahan
yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama
dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit
konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan
darah lengkap.
Ø Pemantauan
tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.
Ø Pada
penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang
akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri.
Pemberian
cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok
septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction).
Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz"
kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.
E. Anti Hipertensi
A.
Definisi
a.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah tekanan darah di atas 140/90mmHg (WHO).
b.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sehingga tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90
mmHg (Kee & Hayes)
c.
Tekanan Darah (TD) didistribusikan terus
menerus, tidak ada definisi absolut untuk hipertensi (Davey)
d.
Obat antihipertensi adalah obat yang
digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah
normal.
e.
Semua obat antihipertensi bekerja pada
satu atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek tersebut terjadi dengan
mempengaruhi mekanisme normal regulasi TD.
B.
Patofisiologi
Perjalanan
penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita mungkin tidak menunjukkan gejala
selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perjalanan penyakit sampai
terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala, sifatnya
nonspesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Kalau hipertensi tetap tidak
diketahui dan tidak dirawat, maka akan mengakibatkan kematian karena payah
jantung, infark miokard, stroke atau payah ginjal. Mekanisme bagaimana
hipertensi dapat mengakibatkan kelumpuhan atau kematian berkaitan langsung
dengan pengaruh pada jantung dan pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri;
akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertropi
ventrikel untuk meningkatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui,
dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam oleh semakin
parahnya aterosklerosis koroner . bila proses aterosklerosis berlanjut maka
suplai oksigen miokar berkurang. Kebutuhan miokardium akan meningkat akibat
hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, akhirnya menyebabkan
angina atau infark miokardium. Sekitar separuh kematian karena hipertensi adalah
akibat infark miokard atau payah jantung.
C. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan
Penyebabnya
1.Hipertensi
Esensial/ Primer
Usia, stress
psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90%.
2.
Hipertensi Sekunder
Kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit
adrenal. Sekitar 10%.
D. Pengobatan Farmakologis
1.
Diuretik
Bekerja melalui
berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan menyebabkan ginjal
meningkatkan ekskresi garam dan air.
2.
Antagonis Reseptor- Beta
Bekerja pada
reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
3.
Antagonis
Reseptor-Alfa
Menghambat
reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon terhadap
rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
4.
Kalsium Antagonis
Menurunkan
kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi influks
kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki kemampuan
yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume sekuncup dan
resistensi perifer.
5.
ACE inhibitor
Berfungsi untuk
menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah
baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan angiotensin II
diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran
netrium melalui urine sehingga volume plasma dan curah jantung menurun.
6.
Vasodilator
E. Klasifikasi OAH (obat anti hipertensi)
didasarkan pada tempat regulasi utama atau titik tangkap kerjanya
1. DIURETIK
1. Furosemide
§ Nama
paten : Cetasix,
farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
§ Sediaan
obat : Tablet, capsul, injeksi.
§ Mekanisme
kerja : mengurangi
reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke dalam intersitium pada ascending
limb of henle.
§ Indikasi
: Edema paru akut,
edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik
sindrom, hipertensi.
§ Kontraindikasi
: wanita hamil dan
menyusui
§ Efek
samping : pusing.
Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
§ Interaksi
obat : indometasin
menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit meningkat bila diberikan bersama
aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas
silisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
§ Dosis
: Dewasa
40 mg/hr
Anak
2 – 6 mg/kgBB/hr
2. HCT
(Hydrochlorothiaside)
·
Sediaan obat : Tablet
·
Mekanisme kerja : mendeplesi
(mengosongkan) simpanan natrium sehingga volume darah, curah jantung dan
tahanan vaskuler perifer menurun.
·
Farmakokinetik : diabsorbsi
dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan
hanya ditimbun dalam jaringan ginjal.
·
Indikasi : digunakan untuk
mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal kronis,
hipertensi.
·
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia,
hyponatremia, hipertensi pada kehamilan.
·
Dosis : Dewasa 25 – 50
mg/hr
Anak 0,5 – 1,0
mg/kgBB/12 – 24 jam
2. ANTAGONIS
RESEPTOR BETA
1. Asebutol
(Beta bloker)
·
Nama Paten : sacral,
corbutol,sectrazide.
·
Sediaan obat : tablet, kapsul.
·
Mekanisme kerja : menghambat efek
isoproterenol, menurunkan aktivitas renin, menurunka outflow simpatetik
perifer.
·
Indikasi : hipertensi,
angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati obtruktif hipertropi,
tirotoksitosis.
·
Kontraindikasi : gagal jantung,
syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus, bradikardia, depresi.
·
Efek samping : mual, kaki
tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
·
Interaksi obat : memperpanjang
keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan
kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi
nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium
·
Dosis : 2 x 200 mg/hr
(maksimal 800 mg/hr).
2. Atenolol
(Beta bloker)
·
Nama paten : Betablok,
Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
·
Sediaan obat : Tablet
·
Mekanisme kerja : pengurahan curah
jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP,
penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
·
Indikasi : hipertensi ringan
– sedang, aritmia
·
Kontraindikasi : gangguan
konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia, syok kardiogenik, anuria,
asma, diabetes.
·
Efek samping : nyeri otot,
tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit kemerahan, impotensi.
·
Interaksi obat : efek
hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin. Diuretik tiazid
meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi
bersama alkaloid ergot.
·
Dosis : 2 x 40 – 80
mg/hr
3. Metoprolol
(Beta bloker)
·
Nama paten : Cardiocel,
Lopresor, Seloken, Selozok
·
Sediaan obat : Tablet
·
Mekanisme kerja : pengurangan
curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic
di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di
ginjal.
·
Farmakokinetik : diabsorbsi
dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat
diberikan beberapa kali sehari.
·
Farmakodinamik : penghambat
adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah. Penghambat
beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
·
Indikasi : hipertensi,
miokard infard, angina pektoris
·
Kontraindikasi : bradikardia
sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik, gagal jantung
tersembunyi
·
Efek samping : lesu, kaki dan
tangan dingin, insomnia, mimpi
buruk, diare
·
Interaksi obat : reserpine
meningkatkan efek antihipertensinya
·
Dosis : 50 – 100 mg/kg
4. Propranolol
(Beta bloker)
·
Nama paten : Blokard,
Inderal, Prestoral
·
Sediaan obat : Tablet
·
Mekanisme kerja : tidak begitu
jelas, diduga karena menurunkan curah jantung, menghambat pelepasan renin di
ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
·
Farmakokinetik : diabsorbsi
dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat
diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan
bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan
protein.
·
Farmakodinamik : penghambat
adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan
dapat masuk ke ASI.
·
Indikasi : hipertensi,
angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik hepertrofi,
miokard infark, feokromositoma
·
Kontraindikasi : syok
kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung tingkat II dan III,
gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada penderita biabetes
mellitus, wanita haminl dan menyusui.
·
Efek samping : bradikardia,
insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis, depresi.
·
Interaksi obat : hati – hati bila
diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat hipotensi dan kalsium
antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung
dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital,
rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism
propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya.
·
Dosis : dosis awal 2 x
40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.
3.
ANTAGONIS
RESEPTOR ALFA
Klonidin
(alfa antagonis)
·
Nama paten : Catapres,
dixarit
·
Sediaan obat : Tablet, injeksi.
·
Mekanisme kerja : menghambat
perangsangan saraf adrenergic di SSP.
·
Indikasi : hipertensi,
migren
·
Kontraindikasi : wanita hamil,
penderita yang tidak patuh.
·
Efek samping : mulut kering,
pusing mual, muntah, konstipasi.
·
Interaksi obat : meningkatkan
efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik, alcohol. Betabloker meningkatkan
efek antihipertensinya.
·
Dosis : 150 – 300 mg/hr.
4. ANTAGONIS
KALSIUM
1. Diltiazem
(kalsium antagonis)
·
Nama paten : Farmabes,
Herbeser, Diltikor.
·
Sediaan obat : Tablet, kapsul
·
Mekanisme kerja : menghambat
asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui slow cannel calcium.
·
Indikasi : hipertensi,
angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
·
Kontraindikasi : wanita hamil dan
menyusui, gagal jantung.
·
Efek samping : bradikardia,
pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
·
Interaksi obat : menurunkan
denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker. Efek terhadap konduksi
jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin. Simotidin
meningkatkan efeknya.
·
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan
2.
Nifedipin (antagonis kalsium)
·
Nama paten : Adalat, Carvas,
Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard, Vasdalat.
·
Sediaan obat : Tablet, kaplet
·
Mekanisme kerja : menurunkan resistensi
vaskuler perifer, menurunkan spasme arteri coroner.
·
Indikasi : hipertensi,
angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal jantung refrakter.
·
Kontraindikasi : gagal jantung
berat, stenosis berat, wanita hamil dan menyusui.
·
Efek samping : sakit kepala,
takikardia, hipotensi, edema kaki.
·
Interaksi obat : pemberian
bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat atau eksaserbasi angina.
Meningkatkan digitalis dalam darah. Meningkatkan waktu protombin bila diberikan
bersama antikoagulan. Simetidin meningkatkan kadarnya dalam plasma.
·
Dosis : 3 x 10 mg/hr
3.
Verapamil (Antagonis kalsium)
·
Nama paten : Isoptil
·
Sediaan obat : Tablet, injeksi
·
Mekanisme kerja : menghambat
masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung dan vaskuler sistemik sehingga
menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan menurunkan resistensi perifer
sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
·
Indikasi : hipertensi,
angina pectoris, aritmia jantung, migren.
·
Kontraindikasi : gangguan
ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi, blok jantung tingkat II dan III,
hipersensivitas.
·
Efek samping : konstipasi,
mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu, dipsnea, bradikardia, kulit
kemerahan.
·
Interaksi obat : pemberian
bersama beta bloker bias menimbulkan efek negative pada denyut, kondiksi dan
kontraktilitas jantung. Meningkatkan kadar digoksin dalam darah. Pemberian
bersama antihipertensi lain menimbulkan efek hipotensi berat. Meningkatkan
kadar karbamazepin, litium, siklosporin. Rifampin menurunkan efektivitasnya.
Perbaikan kontraklitas jantung bila diberi bersama flekaind dan penurunan
tekanan darah yang berate bila diberi bersama kuinidin. Fenobarbital
nemingkatkan kebersihan obat ini.
·
Dosis : 3 x 80 mg/hr
5. ACE
INHIBITOR (penghambat enzim konversi angiotensin)
1. Kaptopril
·
Nama paten : Capoten
·
Sediaan obat : Tablet
·
Mekanisme kerja : menghambat enzim
konversi angiotensin sehingga menurunkan angiotensin II yang berakibat
menurunnya pelepasan renin dan aldosterone.
·
Indikasi : hipertensi,
gagal jantung.
·
Kontraindikasi : hipersensivitas,
hati – hati pada penderita dengan riwayat angioedema dan wanita menyusui.
·
Efek samping : batuk, kulit
kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia, pandangan kabur, myalgia.
·
Interaksi obat : hipotensi
bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak boleh diberikan bersama
dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat nitrat lain. Indometasin
dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini. Meningkatkan toksisitas litium.
·
Dosis : 2 – 3 x 25
mg/hr.
2. Lisinopril
·
Nama paten : Zestril
·
Sediaan obat : Tablet
·
Mekanisme kerja : menghambat enzim
konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi
aldosterone.
·
Indikasi : hipertensi
·
Kontraindikasi : penderita dengan
riwayat angioedema, wanita hamil, hipersensivitas.
·
Efek samping : batuk, pusing,
rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia, pusing.
·
Interaksi obat : efek hipotensi
bertambah bila diberikan bersama diuretic. Indomitasin meningkatkan
efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila diberikan bersama.
·
Dosis : awal 10 mg/hr
3.Ramipril
·
Nama paten : Triatec
·
Sediaan obat : Tablet
·
Mekanisme kerja : menghambat enzim
konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi
aldosterone.
·
Indikasi : hipertensi
·
Kontraindikasi : penderita dengan
riwayat angioedema, hipersensivitas. Hati – hati pemberian pada wanita hamil
dan menyusui.
·
Efek samping : batuk, pusing,
sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung, susah tidur.
·
Interaksi obat : hipotensi
bertambah bila diberikan bersama diuretika. Indometasin menurunkan
efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
·
Dosis : awal 2,5 mg/hr
6. VASODILATOR
1. Hidralazin
·
Nama paten : Aproseline
·
Sediaan obat : Tablet
·
Mekanisme kerja : merelaksasi otot
polos arteriol sehingga resistensi perifer menurun, meningkatkan denyut
jantung.
·
Indikasi : hipertensi,
gagal jantung.
·
Kontraindikasi : gagal ginjal,
penyakit reumatik jantung.
·
Efek samping : sakit kepala, takikardia,
gangguan saluran cerna, muka merah, kulit kemerahan.
·
Interaksi obat : hipotensi berat
terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
·
Dosis : 50 mg/hr, dibagi
2 – 3 dosis.
G.
Anti Hipotensi
Ø
Definisi hipotensi
Tekanan darah rendah atau hipotensi
terjadi bila tekanan darah lebih rendah dari biasanya, yang berarti jantung,
otak dan bagian tubuh lain tidak mendapatkan cukup darah.
Biasanya, seseorang disebut
menderita hipotensi bila tekanan darahnya di bawah 90/60 mmHg . Namun hal itu
tidak berlaku bagi setiap orang. Ada orang yang tekanan darah normalnya selalu
rendah dan tidak merasakan gangguan. Sementara, ada orang yang bertekanan darah
di atas angka tersebut dan mengalami masalah hipotensi. Faktor yang paling
penting adalah adanya perubahan tekanan darah dari kondisi normal. Tekanan
darah normal manusia berada pada kisaran 90/60 sampai 130/80 mm Hg, namun
penurunan yang signifikan, bahkan hanya 20 mm Hg, dapat menyebabkan masalah
bagi sebagian orang.
Ø
Jenis-Jenis Hipotensi
Ada tiga jenis utama hipotensi:
§
Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik disebabkan
oleh perubahan tiba-tiba posisi tubuh, biasanya ketika beralih dari berbaring
ke berdiri, dan biasanya hanya berlangsung beberapa detik atau menit. Hipotensi
jenis ini juga dapat terjadi setelah makan dan sering diderita oleh orang tua,
orang dengan tekanan darah tinggi dan orang dengan penyakit Parkinson.
§
Hipotensi Dimediasi Neural (NMH dalam singkatan bahasa
Inggris). NMH paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan anak-anak dan
terjadi ketika seseorang telah berdiri untuk waktu yang lama.
§
Hipotensi akut akibat kehilangan darah tiba-tiba
(syok)
Ø Gejala
Hipotensi
Gejala tekanan darah rendah antara
lain:
·
Penglihatan kabur
·
Kebingungan
·
Pingsan
·
Pusing
·
Kantuk
·
Lemas
Ø
Penyebab hipotensi
Penyebab hipotensi bervariasi
antara lain karena:
- Dehidrasi.
- Efek samping obat seperti alkohol,
anxiolytic, beberapa antidepresan, diuretik, obat-obatan untuk tekanan
darah tinggi dan penyakit jantung koroner, analgesik.
- Masalah jantung seperti perubahan irama jantung
(aritmia), serangan jantung, gagal jantung.
- Kejutan emosional, misalnya syok yang disebabkan
oleh infeksi yang parah, stroke, anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam
nyawa dan trauma hebat.
- Perdarahan, dll. Anda sangat disarankan
berkonsultasi dengan dokter atau spesialis jika sering pingsan atau
hipotensi mengganggu kualitas hidup Anda.
- Diabetes tingkat lanjut
Ø
Pengobatan
·
Hipotensi pada orang sehat yang tidak menimbulkan
masalah biasanya tidak memerlukan perawatan.
·
Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala tekanan
darah rendah, Anda mungkin memerlukan pengobatan, yang tergantung pada
penyebabnya.
·
Jika hipotensi ortostatik disebabkan oleh obat-obatan,
dokter Anda dapat mengubah dosis atau memberikan obat yang berbeda. Jangan
berhenti minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter. Pengobatan lain untuk
hipotensi ortostatik termasuk penambahan cairan untuk mengobati dehidrasi atau
memakai selang elastis untuk meningkatkan tekanan darah di bagian bawah tubuh.
·
Mereka yang menderita hipotensi jenis NMH harus
menghindari pemicu, seperti berdiri untuk waktu yang lama. Pengobatan lain
melibatkan banyak minum cairan dan meningkatkan jumlah garam dalam makanan.
(Pengobatan ini harus atas rekomendasi dokter karena terlalu banyak garam
juga dapat berbahaya bagi kesehatan).
·
Hipotensi akut yang disebabkan oleh syok adalah
kedaruratan medis. Anda mungkin akan diberi transfusi darah intravena,
obat-obatan untuk meningkatkan tekanan darah dan kekuatan jantung, serta obat
lainnya seperti antibiotik.
v
Beberapa Tips bagi Penderita Hipotensi
- Banyak
wanita penderita hipotensi yang memiliki tingkat zat besi sangat rendah
karena menstruasi yang sangat banyak. Mintalah nasihat spesialis bila
membutuhkan suplemen penambah darah.
- Terjatuh
sangat berbahaya bagi orang tua karena dapat membuat cedera patah
tulang dan komplikasi lainnya. Selalu dampingi orang tua Anda yang
menderita hipotensi berat.
- Bila
Anda merasakan gejala penurunan tekanan darah, Anda harus segera duduk
atau berbaring dan mengangkat kaki Anda di atas ketinggian jantung.
·
Jika tekanan darah rendah menyebabkan seseorang
pingsan, segeralah cari perawatan medis. Jika orang tersebut tidak bernafas,
segeralah lakukan pertolongan bantuan pernafasan.
G.
Anti Migraine
Migren adalah nyeri kepala vaskular
berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi
(unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat,
diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, mata
terasa silau, terjadi perubahan dalam penglihatan, termasuk penglihatan kabur
atau timbul titik buta dimana anda
tidak dapat melihat pada satu titik tertentu.
Menjadi terganggu dengan cahaya
(pencahayaan), kebisingan atau bau. Migren diklasifikasikan menjadi; migren
dengan aura, migren tanpa aura, migren oftalmoplegik, migren retinal, migren
yang berhubungan dengan gangguan intracranial, migren dengan komplikasi, dan
gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan.Namun yang sering terjadi
di masyarakat adalah migraine tanpa aura.
Migrain ini dapat terjadi pada
beberapa usia, juga dapat terjadi pada wanita maupun laki-laki. Namun menurut
penelitian, migrain ini lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan
laki-laki. Migren dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara
usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelahusia 50 tahun.
Migrain ini dapat terjadi karena
perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada fase
luteal siklus menstruasi, faktor makanan (anggur merah, natrium nitrat),
vasokonstriktor (keju, coklat), serta zat tambahan pada makanan., faktor fisik
seperti lahraga berat,kelelahan, stress,alcohol,merokok dan rangsang sensorik
seperti (seperti cahaya yang silau, bau menyengat).
Lalu bagaimana cara pengobatan dan
pencegahan migraine? Penatalaksaan migrain secara garis besar dapat dilakukan
dengan mengurangi faktor resiko, terapi farmakologi dan non farmakologi dan
terapi preventif yang disarankan untuk penderita yang tidak mengalami perbaikan
dengan obat-obatan serangan akut. Terdapat dua golongan obat analgetik yang
umum digunakan dalam pengobatan migraine yaitu Acetaminophen (Paracetamol) dan
NSAID atau Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs. Obat NSAID dibagi lagi
menjadi dua jenis yaitu aspirin dan non-aspirin. Yang termasuk ke dalam
golongan NSAID non-aspirin antara lain ibuprofen dan naproxen. Beberapa jenis
dari obat NSAID ini dapat diperoleh dengan menggunakan resep dokter. Jika
dengan pengobatan ini tidak juga mereda maka dokter akan meresepkan obat
golongan lainnya, yergantung dari jenis migrainnya. Oleh karena itu untuk para
penderita migraine sebaiknya berkonsultasi dengan dokter dalam pengobatannya,
karena efek dan dosis masing-masing obat berbeda-beda.
ada prinsipnya yang terpenting
dalam pencegahan migraine adalah dengan mengubah pola hidup yang berisiko
mencetuskan migraine Hal ini termasuk menghentikan kebiasaan merokok,
menghindari makanan yang banyak mengandung tiramin (bahan kimia yang terdapat
dalam keju, anggur, bir, sosis, dan acar) dapat mencetuskan terjadinya migren.
Penyedap masakan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala, kemerahan
pada wajah, berkeringat dan berdebar debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang
besar pada saat perut kosong. Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant
syndrome. Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet
dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah
besar dan jangka waktu yang lama. Oleh karena itu sebaiknya hindari jenis
makanan tersebut. Selain itu juga perlu menghindari makanan yang mengandung
nitrat tinggi seperti kacang kacangan, juga kafein dalam jumlah banyak. Kafein
terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman ringan, teh, cokelat,
dan kopi.
Selain menghindari makanan pencetus
migraine kita juga harus menjaga pola hidup yang sehat, dengan makan- makanan
bergizi,banyak minum air putih, jangan menunda makan dan hindari puasa yang
lama dan olah raga teratur. Olah raga dapat memperbaiki kualitas tidur dan
menurunkan frekuensi migren. Lakukan peningkatan olah raga secara bertahap.
Olah raga yang terlalu keras sehingga tubuh kelelahan justru akan memicu
terjadinya sakit kepala migren. Kurangi stress dengan teknik relaksasi. Semoga
informasi ini bermanfaat.
G.
Deuritika
Ø Definisi
Diuretika
adalah zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih/kencing (diuresis) melalui
kerja langsung terhadap ginjal.Golongan diuretika untuk pengobatan
hipertensi merupakan pilihan
utama untuk pengelolaan tekanan darah tinggi.
Diuretik
bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga
menurunakn volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan
curah jantung dan tekanan darah. Beberapa diuretik juga bekerja dengan
mennurunkan resistensi perifer sehingga memperkuat efek hipotensinya.
Diuretika
merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lain yang menstimulasi
diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam
definisi ini seperti zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin,
teofilin), memperbesar volume darah (dekstran) atau merintangi
sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alkohol).
Ø PROSES DIURESIS
Dimulai
dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler), yang terletak
di bagian luar ginjal (cortex), yang bekerja sebagai saringan halus yang secara
pasif dapat dilintasi air, garam-garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh
dari penyaringan dan berisi banyak air serta elektrolit akan ditampung dalam
wadah (kapsul Bowman) dan disalurkan ke pipa kecil. Disini terjadi penarikan
kembali secara aktif air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh (glukosa,
ion-Na+ dll). Zat ini
dikembalikan ke darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sedang ”ampas”
yang tersisa dirombak melalui metabolisme protein (ureum) untuk sebagian
diserap kembali. Akhirnnya, filtrat dari semua tubuli ditampung di ductus
colligens (penampung) yang disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai
urin.
Ultrafiltrat
yang dihasilkan perhari sekitar 180 liter (dewasa) yang dipekatkan sampai hanya
tersisa lebih kurang 1 liter air kemih. Sisanya, lebih dari 99% direabsorpsi
dan dikembalikan pada darah. Dengan demikian, suatu obat yang cuma sedikit
mengurangi reabsorpsi tubulerm misalnya dengan 1%, mampu melipatgandakan volume
kemih (menjadi ca 2,6 liter).
Ø MEKANISME KERJA DIURETIKA
Kebanyakan
bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat
kemih dan juga air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli,
tetapi juga ditempat lain, yakni:
1.
Tubuli
proksimal.
Ultrafiltrat
mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secera aktif
untuk70%, antara lain ion Na+ dan
air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi belangsung secara
proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhap
plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi
rabsorpsi air dan natrium.
2.
Lengkungan
Henle.
Di
bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi
secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+dan K+,
tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan
bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl-begitupula
reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+ diperbanyak.
3.
Tubuli
distal.
Dibagian
pertmanya, Na+ dirabsorpsi
secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebi cair dan lebih hipotonis.
Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak
eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya,
ion Na+ ditukarkan
dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon
anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium
bekerja di sini dengan mengekskresi Na+ dan retensi K+.
4.
Saluran
Pengumpul.
Hormon
antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi
permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.
Ø PENGGOLONGAN DIURETIKA
1. Diuretika Lengkungan.
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat
tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada
udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis
dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan
dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat
reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan
tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan
naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix,
impugan.
2. Derivat Thiazida.
Efeknya
lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi
pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar
yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan
darah) tidak bertambah. Contoh obatnya adalah hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan
klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal,
efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama
yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi
ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang.
Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat
urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide.
3. Diuretika Penghemat Kalium.
Efek
obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya
untuk menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K,
proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya
adalah spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron
mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari
dan bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya
agal lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari
kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat
mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan
diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya,
kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif
waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada
penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido
pada pria dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal.
4. Diuretika Osomosis.
Obat-obat
ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas.
Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit.
Conto obatnya adalah Mannitol dan Sorbitol.Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat
dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat an
dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa reabsorpsi pada tubuli,
sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara osmotik. Terutama
digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaukoma.
Contoh obat patennya adalah Manitol.
5. Perintang Karbonanhidrase.
Zat
ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping
karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air.
Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka
perlu digunakan secara berselang-seling.Asetozolamid diturunkan r sulfanilamid. Efek
diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis
reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat
pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na
sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini
dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi, bat ‘penyakit ketinggian’.
Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu
paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh.
Obat patennya adalah Miamox.
Ø Penggunaan Diuretika,
Digunakan
pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya
pada hipertensi dan gagal jantung.
1. Hipertensi
Guna
mengurangi darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun. Derivat
thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretika lengkungan pada jangka panjang
ternyata lebih ringan efek antihipertensifnya. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penurunan daya-tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek
antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretis. Thiazida
memperkuat efek obat-obat hipertensi beta blocker dan ACE inhibitor, sehingga
sering dikombinasikan dengannya
2. Gagal
jantung (decompensatio cordis)
Cirinya
adalah peredaran tak sempurna dan terdapat cairan berlebihan di jaringan,
sehingga air tertimbun dan terjadi udema, misalnnya pada paru-paru. Begitu pula
pada sindro nefrotis yang bercirikan udema tersebar akibat proteinuria hebat
karena permeabilitas dipertinggi dari membran glomeruli. Pada busung perut
dengan air tertumpuk di rongga perut akibat cirrosis hati. Untuk indikasi ini
terutama digunakan diuretika lengkungan, dalam keadaan parah akut secara
intravena. Thiazida dapat memperbaiki efeknya pada pasien dengan insufiensi
ginjal. Thiazid juga digunakan dalam situasi di mana diuresis pesat bisa
mengakibatkan kesulitan, seperti pada hipermetrofi prostat.
Ø Efek Samping
1. Hipokaliemia,
Yaitu kekurangan
kalium dalam darah. Semua diuretika dengan tempat kerja di bagian muka tubuli
distal memperbesar ekskresi ion K+dan H+ karena ditukarkan dengan ion Na+.
Akibatnya adalah kadar kalum plasma dapat turun di bawah 3,5 mml/liter. Keadaan
ini terutama terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi
furosemida atau bumetamida, mungkin bersama thiazida. Gejalanya berupa
kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang aritmia
jantung. Pasien jantung dengan gangguan ritme atau yang diobati dengan digitalis
harus dimonitor dengan seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat
keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin.
2.
Hiperurikemi
Akibat retensi
asam urat dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali amirolida. Diduga
disebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai
tranpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tinggi untuk
retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka.
3. Hiperglikemia
Dapat terjadi pada pasien diabetes,
terutama pada dosis tinggi, akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung
sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida dan efek antidiabetika oral
diperlemah olehnya.
4.
Hiperlipidemia
Ringan dapat terjadi dengan peningkatan
kadar kolesterol total dan trigliserida. Pengecualian adalah indapamida yang
praktis tdk meningkatnya kadar lipid tersebut.
5. Hiponatriema.
Akibat diuresis yang terlalu pesat dan
kuat oleh diuretika lengkungan, kadar Na plasma dapat menurun keras dengan
akibat hiponatriema. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus letargi, dan
kolaps.
6. Lain-lain
Gangguan lambung-usus, rasa letih, nyeri
kepala, pusing, dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi
pada penggunaan furosemida/bumetemida dalam dosis tinggi.
Ø INTERAKSI
Kombinasi
dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak
dikehendaki, seperti:
·
Penghambat ACE, dapat menimbulkan
hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah penggunaan
diuretikum dihentikan selama 3 hari.
·
Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak
memperlemah efek diuretis dan antihipertensif akibat retensi natrium dan
airnya.
·
Kortikosteroida dapat memperkuat
kehilangan kalium.
·
Aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat
berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversibel).
·
Antidiabetika oral dikurangi efeknya
bila terjadi hiperglikemia.
·
Litiumklorida dinaikkan kadar darahnya
akibat terhambatnya ekskresi.
·
1.
Golongan tiazid
Golongan
ini bekerja dengan menghambat simporter Na-Cl di tubulus distal ginjal,
sehingga meningkatkan eksresi Na+ dan Cl-. Prototipe golongan
ini adalah hidroklorotiazid (HCT). Selain itu juga terdapat bendroflumetazid,
indapamid dll dengan waktu paruh yang berbeda-beda. HCT sendiri memiliki waktu
paruh 10-12 jam. Sampai saat ini tiazid merupakan obat utama dalam terapi
hipertensi. Umumnya efek hipotensi tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan
mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Efek samping dari tiazid antara lain
hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia, hiperkalsemia dan hiperurisemia.
Tiazid juga dapat menyebabkan hiperlipidemia, hiperglikemia dan kurang efektif
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
2.
Diuretik kuat/loop diuretic
Diuretik
kuat bekerja di ansa Henle pars asendens dengan menghambat kotransporter Na+,
K+, Cl- dan
menghambat resorpsi air dan elektrolit. Diuretik kuat digunakan sebagai
antihipertensi terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin
serum >2.5 mg/dL) atau gagal jantung. Termasuk dalam golongan diuretik kuat
adalah furosemid, bumetanid, torasemid dan asam etakrinat. Efek sampingnya
antara lain hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia dan hiperkalsiuria.
3.
Diuretik hemat kalium
Diuretik
hemat kalium digunakan terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk
mencegah hipokalemia. Termasuk dalam golongan ini adalah amilorid, triamteren,
dan spironolakton (antagonis aldosteron). Diuretik hemat kalium dapat
menimbulkan hiperkalemia bila diberikan pada pasien dengan gagal ginjal atau
bila dikombinasi dengan ACE-inhibitor, ARB, β-blocker, AINS atau suplemen
kalium
v Penghambat
adrenoreseptor beta (β-blocker)
β-blocker
bekerja dengan menghambat reseptor β1 sehingga menumbulkan penurunan
frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard, menghambat sekresi renin,
mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas
baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan
biosintesis prostasiklin (vasodilator). Efek penurunan tekanan darah dapat
terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai. Dari berbagai
β-blocker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih (bersifat kardioselektif).
Selain itu terdapat juga labetolol, karvedilol dll yang umumnya nonselektif.
Β-blocker dikontraindikasikan pada penderita asma bronkial, bradikardia,
blokade AV derajat 2 dan 3, sick
sinus syndrome dan gagal
jantung belum stabil. Efek samping β-blocker antara lain bronkopasme, gangguan
sirkulasi perifer, depresi, mimpi buruk, halusinasi dan gangguan fungsi
seksual.
v ACE-inhibitor
ACE-inbitor
merupakan obat yang bekerja dengan menghambat enzim angiotensin converting enzyme (ACE) yang dalam keadaan normal
bertugas mengaktifkan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 yang berperan dalam
sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, di mana aldosteron berfungsi
mengkonservasi air dalam tubuh. Selain itu ACE-inhibitor juga menghambat
degradasi bradikinin, sehingga bradikinin dapat bekerja meningkatkan sintesis
EDRF/NO dan prostasiklin yang merupakan vasodilator. ACE-inhibitor juga diduga
menghambat pembentukan angiotensin II secara lokal di endotel pembuluh darah.
Secara
umum ACE-inhibitor dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu 1) yang bekerja
langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril Dan 2) prodrug, contohnya enalapril,
kuinapril dan perindopril. ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan
hingga berat, hipertensi dengan gagal jantung kongestif, hipertensi pada
diabetes, dislipidemia, obesitas, hipertensi dengan penyakit jantung koroner,
hipertrofik ventrikel kiri dll. Untuk memperkuat efeknya ACE-inhibitor sering
dikombinasikan dengan diuretik, β-blocker atau vasodilator. ACE-inhibitor
dikontraindikasikan pada stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada
ginjal tunggal serta pada ibu hamil. Efek samping yang ditimbulkan antara lain
hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rash kulit, edema angioneurotik, gagal
ginjal akut, dan proteinuria.
v Penghambat
reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker/ARB)
ARB
bekerja dengan menghambat efek angiotensin II pada reseptor AT1 (yang terutama
terdapat di otot polos pembuluh darah dan otot jantung, selain itu terdapat
juga di ginjal, otak, dan kelenjar adrenal). Efek yang dihambat meliputi:
vasokonstriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, sekresi
vasopresin, rangsangan haus, stimulasi jantung, serta efek jangka panjang
berupa hipertrofik otot polos pembuluh darah dan miokard. Efek yang ditimbulkan
ARB mirip dengan efek yang ditimbulkan ACE-inhibitor, namun ARB tidak memiliki
efek samping batuk kering dan angioedema. Losartan merupakan prototip dari
golongan ARB, selain itu ada juga valsartan, irbesartan, dll. Efek samping yang
ditimbulkan antara lain hipotensi dan hiperkalemia. Obat ini
dikontraindikasikan pada ibu hamil dan menyusui serta pada pasien dengan
stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal.
v Antagonis
kalsium/calcium channel blocker
Antagonis
kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan
miokard, menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan resistensi perifer.
Berbagai antagonis kalsium antara lain nifedipin, verapamil, diltiazem,
amlodipin, nikardipin, isradipin, dan felodipin. Golongan dihidropiridin
(seperti nifedipin, nikardipin, dll) bersifat vaskuloselektif , menurunkan
resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti (efek pada nodus
SA dan AV minimal). Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk mengatasi hipertensi
darurat (dosis 10mg akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit), namun
tidak dianjurkan untuk hiperensi dengan penyakit jantung koroner. Efek samping
antagonis kalsium antara lain iskemia miokard, hipotensi, edema perifer,
bradiaritmia, dll.
v Penghambat
saraf adrenergic
Penghambat
saraf adrenergik meliputi reserpin, guanetidin dan guanadrel. Reserpin bekerja
dengan menghambat uptake dan memecah katekolamin (epinefrin
dan norepinefrin) di ujung vesikel. Efek yang ditimbulkan adalah penurunan
curah jantung dan resistensi perifer. Efek samping reserpin antara lain depresi
mental, penurunan ambang kejang, bradikardia, hipotensi ortostatik, dan
hiperasiditas lambung yang dapat mengeksaserbasi ulkus lambung dll. Sedangkan
guanetidin dan guanadrel bekerja dengan menggeser norepinefrin dari vesikel dan
mendegradasinya, sehingga menurunkan tekanan darah melalui penurunan curah
jantung dan resistensi perifer. Efek samping guanetidin antara lain hipotensi
ortostatik dan diare.
v Penghambat
adrenoreseptor alpha (α-blocker)
Hambatan
reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan
resistensi perifer. Termasuk ke dalam golongan ini adalah prazosin,
terazosin, bunazosin, dan doksazosin. α-blocker memiliki keunggulan yaitu efek
positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi perifer. Efek samping
yang ditimbulkan antara lain hipotensi ortostatik, sakit kepala, palpitasi,
edema perifer, mual dll.
v Adrenolitik
sentral (metildopa dan klonidin)
Metildopa
merupakan prodrug dalam susunan saraf pusat yang
menggantikan kedudukan dopa dalam sintesis katekolamin dengan hasil akhir
α-metilnorepinefrin. Efek yang ditimbulkan antara lain mengurangi sinyal
simpatis ke perifer sehingga menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak
mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Obat ini efektif bila dikombinasikan
dengan diuretik, dan merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada
ibu hamil karena terbukti aman bagi janin. Efek samping yang sering adalah
sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering, sakit kepala, depresi, dll.
Klonidin
bekerja pada reseptor α-2 di susunan saraf pusat dengan efek penurunan simpathetic outflow dan menurunkan resistensi perifer dan
curah jantung. Obat ini digunakan sebagai obat kedua atau ketiga jika penurunan
tekanan darah dengan diuretik belum optimal. Efek samping yang sering timbul
antara lain mulut kering, sedasi, dll.
v Vasodilator
(hidralazin, minoksidil, diazoksid)
Hidralazin
bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol melalui mekanisme yang belum
diketahui. Obat ini biasanya digunakan sebagai obat kedua atau ketiga setelah
diuretik dan β-blocker. Efek samping yang timbul antara lain sakit kepala,
mual, hipotensi, takikardia, dll. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien
penyakit jantung koroner dan tidak dianjurkan pada pasien usia di atas 40
tahun.
Minoksidil
bekerja dengan membuka kanal kalium ATP-dependent dengan akibat terjadinya
efluks kalium dan hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh relaksasi otot
polos pembuluh darah dan vasodilatasi. Efek samping yang timbul antara lain
retensi cairan dan garam, refleks simpatis, hipertrikosis, hiperglikemia dll.
Minoksidil harus diberikan bersama dengan diuretik dan penghambat adrenergik
(biasanya β-blocker) untuk mencegah retensi cairan dan mengontrol refleks
simpatis.
Diazoksid
merupakan derivat benzotiazid namun tidak memiliki efek diuresis. Obat ini
bekerja dengan mekanisme mirip minoksidil. Diazoksid diberikan untuk mengatasi
hipertensi darurat, hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati, dan hipertensi
berat pada glomerulus akut dan kronik. Efek samping yang ditimbulkan atntara
lain retensi cairan dan hiperglikemia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi, Bermacam-macam
penyakit memerlukan obat yang berbeda-beda, begitu pila dengan obatnya selain
mempunyai fungsi masing-masing obat juga mempunyai efek sampingnya
masing-masing, dan sebagai perawat kita semua harus bisa memahami tentang obat
3.2 .Kritik dan
Saran
Selesainya
makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan pembahasannya
dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu waktu, pemikiran dan
pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini
kami sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang bersifat
membangun kepada semua pembaca.
Sebaiknya
gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakan lah obat tersebut sesuai
dengan penyakit yang diderita , jangan menggunakan obat kurang atau melebihi
batasnya
DAFTAR PUSTAKA
1.
Deglin,
Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC
2. Tambayong, Jan, 2001, Farmakologi Untuk
Keperawatan, Jakarta, Widya Medika
3. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/04/obat-kardiovaskuler.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar